BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar
Belakang
Agama memberikan penjelasan bahwa
manusia adalah makhluk yang memiliki potensi untuk berakhlak baik (taqwa) atau
buruk (fujur) potensi fujur akan senantiasa eksis dalam diri manusia karena
terkait dengan aspek instink, naluriah, atau hawa nafsu, seperti naluri makan/
minum, seks, berkuasa dan rasa aman.
Apabila potensi taqwa seseorang lemah,
karena tidak terkembangkan (melalui pendidikan), maka perilaku manusia dalam
hidupnya tidak akan berbeda dengan hewan karena didominasi oleh potensi
fujurnya yang bersifat instinktif atau implusif (seperti berjina, membunuh,
mencuri, minum-minuman keras, atau menggunakan narkoba dan maen judi). Agar
hawa nafsu itu terkendalikan (dalam arti pemenuhannya sesuai dengan ajaran
agama), maka potensi taqwa itu harus dikembangkan, yaitu melalui pendidikan
agama dari sejak usia dini. Apabila nilai- nilai agama telah terinternalisasi
dalam diri seseorang maka dia akan mampu mengembangkan dirinya sebagai manusia
yang bertaqwa, yang salah satu karakteristiknya adalah mampu mengendalikan diri
(self contor) dari pemuasan hawa nafsu yang tidak sesuai dengan ajaran agama.
1.2.
Tujuan
1.2.1.
Tujuan
Umum
Adapun tujuan umum
penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Agama dan untuk
meningkatkan pengetahuan mahasiswa mengenai iman, islam dan ikhsan dalam agama
islam.
1.2.2.
Tujuan
Khusus
1.
Untuk mengetahui pengertian agama.
2.
Untuk mengetahui klasifikasi agama.
3.
Untuk mengetahui pokok ajaran islam.
4.
Untuk mengetahui pengertian iman
5.
Untuk mengetahui sifat- sifat dan ciri-ciri
orang beriman.
6.
Untuk mengetahui rukun iman.
7.
Untuk mengetahui pengertian islam.
8.
Untuk mengetahui rukun islam.
9.
Untuk mengetahui pengertian ikhsan.
10. Untuk
mengetahui perbedaan iman, islam dan ikhsan.
1.3.
Manfaat
1.
Mengetahui pengertian agama.
2.
Mengetahui klasifikasi agama.
3.
Mengetahui pokok ajaran islam.
4.
Mengetahui pengertian iman
5.
Mengetahui sifat- sifat dan ciri-ciri
orang beriman.
6.
Mengetahui rukun iman.
7.
Mengetahui pengertian islam.
8.
Mengetahui rukun islam.
9.
Mengetahui pengertian ikhsan.
10. Mengetahui
perbedaan iman, islam dan ikhsan.
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1.
AGAMA
2.1.1.
Pengertian Agama
Ø Menurut
bahasa, agama berasal dari kata A
dan Gama. A artinya tidak, Gama
artinya kacau. Jadi agama adalah tidak kacau.
Ø Menurut
istilah, agama adalah sebuah aturan yang harus diyakini seseorang yang menjadi
pedoman hidup untuk keselamatan, kebahagiaan di dunia dan di akhirat.
2.1.2. Klasifikasi Agama
Agama-agama
yang ada di dunia ini secara garis besar dapat di klasifikasikan kepada dua
kategori :
a. Agama
Wahyu (revealed religion), juga di sebut agama samawi (agama langit)
b. Agama
Budaya (cultural religion/natural religion), juga di sebut agama ardhi, (agama
bumi)
Agama
wahyu adalah agama yang ajaranya diwahyukan oleh Allah kepada umat manusia
melalui Rasul-Nya. Sedangkan agama budaya adalah agama yang ajaran-ajaranya
diciptakan oleh manusia sendiri, tidak diwahyukan oleh Allah melalui Rasul-Nya.
Ciri-ciri kategori agama tersebut adalah :
Agama
Wahyu
|
Agama
Budaya
|
·
Dapat di pastikan kelahiranya
|
·
Tidak dapat di pastikan
kelahirannya.
|
·
Disampaikan melalui utusan atau
Rasul- Nya
|
·
Tidak mengenal utusan atau rasul
Allah. Yang mengajarkan agama budaya adalah filosof atau pendiri agama
tersebut.
|
·
Memiliki kitab suci yang berisi
wahyu Allah
|
·
Memiliki kitab suci yang bukan
bersumber dari wahyu Allah.
|
·
Ajaran dasarnya tetap, tetapi
tafsiran dan pemahamanya dapat berubah secara dinamis sejalan dengan tuntunan
perkembangan zaman, dengan tetap berpegang teguh kepada koridor kaidah-kaidah
umum ajaran dasar.
|
·
Ajaran dasarnya dapat berubah dan pemahamanya tak dapat menyesuaikan
dengan perkembangan zaman.
|
·
Konsep ketuhanannya adalah
tauhid.
|
·
Konsep ketuhananya dinamisme,
animisme, politeisme, dan mono-teisme nisbi.
|
·
Kebenaran ajaran bersifat mutlak.
|
·
Kebenaran ajaran relative tahan
terhadap kritikan akal, (Sidi Ghazalba ; 1975, 49-53)
|
·
Sistem nilai-nilai yang di
kandungnya di tentukan oleh Allah sendiri yang di selaraskan dengan tingkat
kemampuan manusia.
|
·
Nilai agama di tentukan oleh
manusia sesuai dengan cita-cita, pengalaman dan penghayatan masyarakat
penganutnya.
|
·
Melalui agama wahyu tersebut Allah
memberi pertunjuk, pedoman, tuntunan dan peringatan kepada umat manusia dalam
pembentukan insan paripurna yang bersih dari dosa dan noda.
|
·
Pembentukan manusia di sandarkan
pada pengalaman dan pengahayatan masyarakat penganutnya yang belum tentu
diakui oleh mayarakat lain (Muhamad Daud Ali, 1997 : 72).
|
Yang di
maksudkan oleh para ahli ke dalam kelompok agama budaya contohnya adalah agama
Kong Hu Chu, agama budha , agama Hindu dan agama Shinto yang lahir dari
pemikiran pendirinya. Sedang yang tergolong ke dalam agama wahyu adalah agama
Yahudi, Nasrani dan Islam. Namun, di antara ketiga agama wahyu ini terdapat
perbedaan. Kalau tolak ukur tersebut di terapkan kepada ketiga agama wahyu,
maka menurut para ahli pula, tidak semua tolak ukur di atas dapat di terapkan
kepada agama Yahudi dan Nasrani.
Mengenai
kitab sucinya, sebagai contoh dapat di buktikan oleh para ahli bahwa taurat dan
injil telah mengalami perubahan, tidak asli lagi
memuat wahyu Allah yang
di sampaikan oleh malaikat (Jibril) dahulu kepada Musa dan Isa sebagai Rasul-Nya.
Menurut Professor Charles Adams, seorang ilmuan pendeta agama (Kristen)
Protestan (1971) kitab suci yang masih asli memuat wahyu Tuhan hanyalah
Al-Qur’an. Selain dari itu sifat dari ajaran agama Yahudi adalah lokal, khusus
bagi orang Yahudi saja tidak untuk manusia lain. Tentang agama Nasrani dapat di
kemukanakan bahwa konsep Tuhannya bukanlah monoteisme murni tetapi monoteisme
nasbi. Menurut ajaran (aqidah) agama Nasrani, Tuhan memang satu tetapi terdiri
dari tiga oknum yakni Tuhan Bapak, Tuhan Anak dan Roh Qudus. Ketiganya disebut
trinitas atau tritunggal, kesatuan tiga pribadi. Selain dari itu, menurut
Maurice Bucaile, ada hal-hal dalam kitab suci agama Nasrani yang bertentangan
dengan sain modern.
Kalau
kesembilan tolak ukur tersebut di atas ditetapkan kepada agama islam hasilnya
adalah sebagai berikut :
1) kelahiran
agama islam adalah pasti yaitu tanggal 17 ramadhan, bertepatan dengan tanggal 6
Agustus 610 M.
2) Disampaikan
oleh malaikat Jibril kepada nabi Muhammad sebagai utusan atau Rasulullah.
3) Memiliki
kitab suci yaitu al-qur’an yang memuat asli semua wahyu-Nya yang di terima oleh
Rasul-Nya.
4) Ajaran
agama islam mutlak benar karena berasal dari Allah yang maha besar. Ajaran
islam berlaku abadi tidak berunbah dan tidak boleh di rubah.
5)
Konsep ketuhanan islam adalah tauhid,
monoteisme murni, allah adalah esa, esa dalam zat, esa dalam sifat dan esa
dalam perbuatan.
6) Dasar-dasar
agama islam adalah fundamental dan mutlak, berlaku untuk seluruh umat manusia
dimanapun dia berada.
7) Nilai-nilai
terutama nilai etika dan estitika yang di tentukan oleh agama islam sesuai
dengan fitrah manusia dan kemanusiaan.
8) Soal-soal
alam semesta yang disebut dengan agama islam yang dahulu di terima dengan
keyakinan saja, kini telah banyak di buktikan kebenaranya oleh sains modern.
9) Bila
petunjuk, pedoman dan tuntunan serta peringatan agama islam dilaksnankan dengan
baik dan benar maka terbentuklah insane kamil yaitu manusia ynag sempurna.
Dari
uraian tersebut di atas dan dari ciri-ciri agama wahyu yang di sebutkan di
muka, dapatlah di simpulkan bahwa pada agama islamlah kita temui ciri-ciri
agama wahyu yang lengkap. Oleh karena itu pula dapatlah secara pasti kita
katakana bahwa agama islam, bukan hanya agama yang benar, tetapi juga agama
yang sempurna (Haron Din, 1990 : 270-281)
Sebagai
muslim dan muslimat kita bersyukur memeluk agama islam. Tetapi kesukuran itu
harus di ikuti dengan mempelajari agama kita itu secara sistematis, baik dan
benar serta mengamalkanya dalam kehidupan sahari-hari. Dan, dalam rangka
kesyukuran itu pula, dalam masyarakat majemuk seperti Indonesia, kita
menghargai pemeluk agama lain yang karena keyakinanya berbeda agamanya dengan
kita.
Sementara
itu pula di tambahkan bahwa agama wahyu, semua agama langit yang di sebutkan di
atas ajaranya berasal dari wahyu ilahi yang disampaikan oleh malaikat (Jibril)
kepada rasul-nya pada masa tertentu untuk menjadi pedoman hidup manusia. Inti
ajaranya sejak diturunkan kepada Nabi atau Rasul-Nya yang pertama sampai kepada
Nabi dan Rasul-Nya yang terakhir adalah sama mengenai ke-Esaan Allah, tidak ada
Tuhan selain Allah. Sejak dahulu sampai sekarang dan terus ke masa yang akan
datang ajaran tentang ke-Esaan Allah ( tauhid) tetap tidak berubah-ubah. Yang
berubah adalah jalan yang di tempuh atau syari’at yang mengatur hubungan
manusia dengan Allah, antara manusia dalam masyarakat dan dirinya sendiri serta
lingkungan hidupnya. Karena itu
pula mengenai syari’at
antara satu agama wahyu dengan agama wahyu yang lainya berbeda. Dan, karena
perbedaan itu di tentukan oleh Allah,
maka para pemeluk agama wahyu harus mampu
menegakan sikap, seperti telah di singgung di muka, setuju hidup bersama dalam
perbedaan.
2.2. POKOK AJARAN ISLAM
Pokok ajaran Islam ada 3, yaitu : Iman, Islam dan Ihsan. Dasarnya
adalah hadits sebagai berikut :
Pada suatu
hari kami (Umar Ra dan para sahabat Ra) duduk-duduk bersama Rasulullah Saw.
Lalu muncul di hadapan kami seorang yang berpakaian putih. Rambutnya hitam
sekali dan tidak tampak tanda-tanda bekas perjalanan. Tidak seorangpun dari
kami yang mengenalnya. Dia langsung duduk menghadap Rasulullah Saw. Kedua
kakinya menghempit kedua kaki Rasulullah, dari kedua telapak tangannya
diletakkan di atas paha Rasulullah Saw, seraya berkata, “Ya Muhammad, beritahu aku tentang Islam.” Lalu Rasulullah Saw
menjawab, “Islam ialah bersyahadat bahwa
tidak ada tuhan kecuali Allah dan Muhammad Rasulullah, mendirikan shalat,
menunaikan zakat, puasa Ramadhan, dan mengerjakan haji apabila mampu.” Kemudian
dia bertanya lagi, “Kini beritahu aku
tentang iman.” Rasulullah Saw menjawab,
“Beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya,
hari akhir dan beriman kepada Qodar baik dan buruknya.” Orang itu lantas
berkata, “Benar, Kini beritahu aku
tentang ihsan.” Rasulullah berkata, “Beribadah kepada Allah seolah-olah
anda melihat-Nya walaupun anda tidak melihat-Nya,
karena sesungguhnya Allah melihat anda.” Dia bertanya lagi, “Beritahu aku tentang Assa’ah (azab
kiamat).” Rasulullah menjawab, “Yang
ditanya tidak lebih tahu dari yang bertanya.” Kemudian dia bertanya lagi, “Beritahu aku tentang tanda-tandanya.” Rasulullah
menjawab, “Seorang budak wanita
melahirkan nyonya besarnya. Orang-orang tanpa sandal, setengah telanjang,
melarat dan penggembala unta masing-masing berlomba membangun gedung-gedung
bertingkat.” Kemudian orang itu pergi menghilang dari pandangan mata. Lalu
Rasulullah Saw bertanya kepada Umar, “Hai
Umar, tahukah kamu siapa orang yang bertanya tadi?” Lalu aku (Umar)
menjawab, “Allah dan rasul-Nya lebih
mengetahui.” Rasulullah Saw lantas berkata, “Itulah Jibril datang untuk mengajarkan agama kepada kalian.” (HR.
Muslim)
2.3.
IMAN
2.3.1. Pengertian Iman
Ø
Iman menurut bahasa ialah percaya atau
meyakini kebenaran dengan hati.
Ø
Iman menurut istilah ialah meyakini
benarnya semua ajaran yang dibawa oleh nabi Muhammad SAW.
Ø
Menurut ilmu tauhid, iman yaitu
kepercayaan yang diyakini kebenarannya dalam hati, di ikrarkan secara lisan,dan
direalisasikan dalam perbuatan.
Ø
Definisi iman adalah suatu pengakuan
yang serasi, seirama, seia sekata, antara hati, lidah dan anggota tubuh. Orang
yang hatinya menyatakan ya, tapi tidak melaksanakan dinamakan fasiq. Orang yang
menyatakan tidak, tapi melaksanakan dinamakan munafiq. Orang yang hatinya
menyatakan tidak dan juga tidak melakanakan dinamakan kafir.
2.3.2. Sifat dan Ciri-Ciri Orang Beriman
Orang
yang beriman dinamakan dengan mukmin. Sekelompok manusia yang terpanggil untuk
melaksakan semua perintah Allah (ibadah). Yang lain tidak terpanggil. Termasuk
binatang dan malaikat.(QS. 62/9 : QS. 2/183)
Adapun ciri-ciri orang
beriman itu ialah :
a. Apabila
di sebutkan nama Allah bergetar hatinya,
dan apabila di bacakan ayat-ayat Allah bertambahlah imanya (QS. 8/2).
b. Mereka
malaksanakan shalat dan mengeluarkan / menafkahkan sebagian rezeki yang
berikanAAllah kepadanya (QS.8/3).
c. Mencinti
Allah dan Rasul-Nya ( QS. 2/165), dan mereka mencintai Allah dan Rasul-Nya
melebihi dari yang lain-lainya ( QS. 9/24).
d. Apabila
mereka diseru untuk melaksanakan hukum Allah dan Rasul-Nya, mereka mengatakan
“sami’na wa atha’na ( kami dengar dan kami patuhi) (QS. 24/51).
e. Mereka
selalu diuji oleh Allah dengan berbagai macam ujian (QS. 29/2, 3; QS. 2/155,
214)
2.3.3. Rukun Iman
Rukun Iman artinya kepercayaan dalam
diri. Iman artinya membenarkan Allah dan membenarkan Nabi Muhammad s.a.w ,
malaikat-malaikat, kitab kitab, hari
kiamat dan juga qadha’ dan qadhar-Nya. Ia merangkumi semua aspek kepercayaan
dan keyakinan adalah mu’min dan mu’minah. Keyakinan itu adalah penting untuk menanamkan
dalam jiwa, bukan saja dalam jiwa tapi juga dalam mengenali marifatullah.
Seperti adanya sabda Allah. Kenali dirimu kemudian kenali Allah. Ini
membawa kita dalam berfikiran lebih mendalam untuk mendekati Allah dan percaya
setiap apa yang disampaikan oleh Rasulullah s.a.w adalah benar. Allah kulli
hal. Wallahualam.
2.3.3.1. Iman Kepada Allah SWT
Sebagaimana
hadits di atas, rukun Iman ada 6. Yang pertama adalah iman kepada Allah SWT.
A.
Pengertian
Iman Kepada Allah
Iman
kepada Allah SWT adalah mempercayai atau meyakini adanya Allah SWT sebagai
Tuhan Yang Maha Esa dengan segala kesempurnaannya. Kepercayaan tersebut
diyakini dalam hati sanubari, di ikrarkan dengan lisan, dan dibuktikan dengan
perbuatan amal saleh.
Dalam
Firman-Nya Allah SWT menyatakan: “Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur
dan berat itu bukanlah kewajiban: sesungguhnya
kebajikan itu ialah
beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat,kitab-kitab, nabi-nabi
dan memberikan (sebagian) harta yang
dicintainya kepada
kerabatnya, anak-anak yatim orang-orang miskin,musafir (yang memerlukan
pertolongan), dan orang-orang yang meminta-minta, dan (memerdekakan) hamba
sebaya, mendirikan salat, menunaikan zakat dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji dan orang-orang
ynag sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah
orang-orang yang benar(imannya), dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa. “
(Q.S. AL Baqarah, 2: 177)
Rasa
percaya akan adanya sang Maha Pencipta Tunggal, Allah SWT dapat ditumbuhkan
dengan berbagai cara. Diantaranya dengan menggunakan akal pikiran yang sehat
untuk memperhatikan segala apa yang telah diciptaka Allah, seperti alam semesta
dan segala isinya. Imam syafi’i yang hidup antara tahun 150 H- 240 H
(767M-820M), Membuktikan kebenaran ada dan kuasanya Allah itu dengan
memperhatikan tumbuhan murbei. Hasil amatan imam syafi’i itu menyimpulkan bahwa
tumbuhan murbei mempunyai bermacam-macam kegunaan. Apabila daun tumbuhan
tersebut di makan oleh ulat sutera, maka kepompong ulat sutera yang makan daun
murbai akan menjadi bahan kain sutera yang berkualitas dan indah di pakai.
Kalau daun tersebut dimakan oleh sapi, maka sapi tersebut akan menghasilkan
susu yang enak diminum.
Berdasarka
ayat-ayat al-qur’an dan hadis-hadis Nabi, yang diperkuat oleh akal sehat, maka
hukum beriman kepada Allah AWT itu adalah fardu’ain. Jika ada orang yang
mengaku islam, tetapi tidak percaya kepada Allah, maka orang tersebut dianggap
telah murtad (keluar dari islam).
B.
Sifat
Allah Yang Wajib dan Mustahil
1.
Allah wajib bersifat wujud
,Mustahil bersifat ‘Adam
Allah
SWT wajib bersifat wujud, artinya
Allah SWT itu ada. Akal sehat tidak menerima (mustahil), bila Allah tidak ada (adam) dalil naqli bahwa Allah itu wajib
bersifat wujud, antara lain terdapat dalam Al-Qur’an surat AL An’aam ayat 73
dan ayat 102.
“(yang memiliki sifat-sifat) demikian itu ialah
Allah Tuhan Kamu, tidak ada Tuhan selain Dia, Pencipta segala sesuatu maka
sembahlah Dia, dan Dia adalah pemelihara segala sesuatu.”(Q.s. Al An’aam,
6: 102)
Ada
golongan manusia yang tidak percaya atau meragukan adanya Allah. Alasan mereka
adalah karena mereka belum pernah melihat wujud-Nya. Ketidakpercayaan itu
keliru, karena banyak zat yang tidak dapat dilihat wujudnya, tetapi yakini
wujudnya, seperti nyawa (roh) dan angin. Nyawa dan angin diyakini ada
semata-mata berdasarkan kepada tanda-tanda yang menunjukan wujudnya.
Tanda-tanda wujudnya nyawa pada manusia adalah manusia bernafas,makan,minum,
bergerak dan bekerja. Tanda-tanda wujudnya angin antara lain, pohon nyiur
berlambai-lambai karena ditiup angin kapal layar dapat melaju karena didorong oleh
tenaga angin.
Adapun
tanda-tanda wujudnya Allah SWT itu sangat banyak, sehingga manusia tidak akan
mampu menyebutnya satu persatu. Singkatnya, bukti-bukti tentang wujudnya Allah
SWT itu terdapat di diri manusia dan diluar diri manusia. Allah SWT berfirman :
“ Dan di bumi ini terdapat tanda-tanda
(wujud dan kuasanya Allah) bagi orang-orang yan yakin dan (juga) pada dirimu
sendiri. Maka apakah kamu tidak memperhatikan.” (Q.S. Adz- Dzaariyaat, 51 :
20-21)
Manusia
tidak dapat melihat zat Allah karena kemampuan manusia terbatas. Sedangkan
Allah sebagai khalik (pencipta) alam
semesta dan seluruh isinya, dapat melihat segala apa yang dikehendaki-Nya. Allah
SWT berfirman dalam Al-qur’an surat Al An’aam, 6:103, artinya:” Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan
mata, sedangkan dia dapat melihat segala penglihatan itu dan dialah yang maha
halus lagi maha mengetahui.”
2. Allah
wajib bersifat Qidam, Mustahil bersifat Hudus
Jika
kamu melihat mobil, kereta api, kapal laut, dan pesawat terbang tentu logika
kamu akan berbicara bahwa alat-alat transportasi tersebut ada yang membuatnya.
Pembuatannya pasti lebih dulu ada dari pada yang dibuatnya. Disini berlaku
hukum kausalitas (hukum sebab akibat).
Allah
SWT sebagai pencipta alam semesta dan segala isinya, secara logika sudah tentu
wajib berfikir qidam, artinya lebih
dahulu ada dari mahluk-Nya. Mustahil Allah SWT bersifat hudus (baru), karena Allah sudah ada dari sebelum alam semesta dan
segala isinya ini ada. Adanya Allah tidak berpemulaan dan tidak berkesudahan.
Di dalam hal ini hukum kausalitas tidak berlaku pada zat Allah, Tuhan Yang Maha
Agung. Adapun dalil naqli bahwa Allah itu bersifat qidam adalah Firman Allah dalam alqur’an surat Al-Hadiid, 57:3.Dalam
surat itu Allah berfirman :
Artinya:
“Dia-lah (Allah) yang awal, yang akhir,
yang zahir, dan yang batin, dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu.”
(Q.S.Al-Hadiid, 57:3)
3. Allah
wajib bersifat Baqa, Mustahil Bersifat Fana
Allah
wajib bersifat baqa, maksudnya Allah
itu Wajib bersifat kekal, senantiasa ada dan tidak akan mengalami kebinasaan.
Dalil naqli bahwa Allah itu wajib bersifat kekal adalah firman Allah dalam
Alquran Surat Ar-Rahmaan, 55 ayat 26-27.
Artinya:
“Semua yang ada dibumi itu akan binasa.
Dan tetap kekal zat Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan.” (Q.S
Ar-Rahmaan, 55: 26-27)
Adapun
dalil aqli bahwa Allah SWT itu wajib bersifat baqa adalah sebagai berikut . jika Allah Itu tidak bersifat kekal,
berarti Allah itu binasa atau berkesudahan. Jika Allah itu berkesudahan atau
binasa, berarti Allah itu sama dengan mahluk-Nya. Padahal, Allah itu bukan
mahluk yang diciptakan dan dibinasakan, tetapi Allah itu adalah khalik yang menciptakan
dan membinasakan. Akal sehat tidak menerima (mustahil) bahwa Allah SWT itu
bersifat fana atau mengalami
kebinasaan.
Kesimpulan
kedua sifat Allah (qidam dan baqa) dibandingkan dengan makhuk-Nya,
dapat dirumuskan sebagai berikut (Matdawam Dbs.R.,1984, Teologi Islam, Halaman 58)
Perbedaannya
|
Sejak
dulu
|
Sekarang
|
Akhirnya
|
Allah
(khalik)
|
Ada
(+)
|
Ada
(+)
|
Ada
(+) = kekal
|
Alam
semesta (makhluk)
|
Tidak
ada (0)
|
Ada
(+)
|
Tidak
ada = rusak
|
Perlu
diketahui bahwa makhluk Allah yang dulunya tidak
ada, lalu ada dan setelah ada akan selalu ada (kekal) adalah roh,
surge, dan neraka.
4.
Allah wajib bersifat Mukhalafatu
Lil hawadisi, Mustahil bersifat Mumasalatu
Lil Hawadisi
Allah
SWT wajib bersifat Mukhalafatu Lil Hawadisi,
artinya Allah SWT wajib berlainan atau berbeda dengan semua yang baru
(makhluk). Akal sehat tidak menerima (mustahil) Allah bersifat serupa dengan
mkhluk-Nya (Mumasalatu Lil Hawadisi).
Perbedaan antara Allah dan makhluk-Nya itu terdapat pada zat-Nya, sifat-Nya,
dan perbuatan-Nya.
Salah
satu perbedaan antar zat Allah dan semua mkhluk-Nya ialah zat Allah ada dengan
diri-Nya, sedangkan adanya semua mhkluk Allah karena ada yang mengadakan. Segala
sifat Allah berlainan, dengan segala makhluk-Nya. Manusia sebagai makhluk Allah
SWT memiliki sifat yang berkuasa, berkehendak, mengetahui, hidup,
mendengar,melihat, dan berkata-kata. Sifat-sifat tersebut tampaknya sama
seperti yang terdapat pada Allah SWT. Akan tetapi, persamaan sifat manusia dengan
sifat Allah tersebut hanya dalam sebutannya saja,sedangkan pada hakikatnya
berbeda.
Demikian
juga segala perbuatan Allah berbeda dengan segala perbuatan mahkluk-Nya. Apa
yang diciptakan Allah berbeda berlainan dengan apa yang diciptakan
makhkluk-Nya. Jika Allah menciptakan sesuatu yang dikehendaki-Nya, dia tidak
membutuhkan siapa pun dan apa pun. Sebaliknya, apabila mahkluk Allah membuat
sesuatu yang dikehendakinya, ia membutuhkan bahan lain dari dirinya. Semua yang
dibuat manusia dengan bahan-bahan yang telah di sediakan Allah SWT.
Kemampuan
manusia terbatas, karena banyak masalah yang tidak dapat diketahui hakikatnya
oleh akal manusia, misalnya masalah nyawa. Kalau akal manusia tidak mampu
mengetahui hakikat nyawa yang terdapat dalam dirinya sendiri, tentu akal
manusia akan lebih tidak mampu untuk mengetahui hakikat zat Allah.
Nabi
muhammad SAW Bersabda yang artinya: “Berpikirlah
kamu semua tentang mahkluk Allah tetapi janganlah kamu semua memikirkan zat Allah,
karena sesungguhnya kamu semua tidak akan sampai kesana.” (H.R. Abu Syaikh)
Adapun
dalil naqli bahwa Allah SWT wajib bersifat mukhalalfatu lil hawadisi, antara
lain firman Allah SWT dalam Alquran : “Tidak
ada sesuatu pun yang menyerupai- Nya dan Dia (Allah) adalah Maha Mendengar lagi
Maha Melihat.” (Q.s.Asy-Syuura, 26 : 11)
Dalil
aqli bahwa Allah SWT wajib bersifat mukhalalfatu
lil hawadisi,adalah sebagai berikut. Jika Allah tidak bersifat mukhalalfatu lil khawadisi, berarti
Allah bersifat mumasalatu lil khawadisi
atau bersifat sama dengan makhluk-Nya. Mustahil Allah sama dengan
makhluk-Nya. Jika Allah sama dengan
makhluk-Nya, berarti Allah itu makhluk. Padahal Allah itu bukan makhluk. Dia
adalah khalik.
5. Allah
wajib bersifat Qiyamuhu Binafsihi, Mustahil
bersifat Ihtiyaju Bigairihi
Allah
SWT wajib bersifat qiyamuhu binafsihi,
artinya Allah wajib bersifat berdiri sendiri, dan mustahil bersifat ihtiyaju bigairihi yang artinya
membutuhkan kepada selain diri-Nya. Hal ini berdasarkan firman Allah dalam
Alquran : “Allah tidak ada Tuhan
melainkan Dia, yang hidup dan berdiri sendiri (kekal lagi terus- menerus
mengurus makhluk-Nya).”(Q.S. Al- Baqarah, 2 : 255)
Allah
SWT tidak membutuhkan batuan kepada sesuatu apapun selain diri-Nya sendiri.
Bahkan makhluk yang sebenarnya selalu membutuhkan pertolongan Allah dalam
segala hal.
Logika
tidak dapat menerima, jika dikatakan Allah itu membutuhkan batuan selain kepada
diri-Nya. Jika Allah itu membutuhkan bantuan, bararti Allah itu lemah, sedangkan
yang lemah itu makhluk. Padahal Allah itu bukan Makhluk tetapi khalik.
6.
Allah wajib bersikap Wahdaniyah,
mustahil bersifat Ta’addud
Allah
SWT wajib bersifat wahdaniyah, artinya Allah itu wajib bersifat Maha Esa baik kepada
zat-Nya, sifat-Nya, af’al-Nya, atau
perbuatan-Nya. Allah Esa dalam zat-Nya, maksudnya zat Allah itu hanya satu
tidak dua, tidak tiga ataupun lebih. Zat Allah tidak sama atau tidak serupa
dengan zat lain-Nya (makhluk). Allah Esa dalam sifat-Nya, maksudnya sifat Allah
itu walaupun banyak tetapi hanya dimiliki oleh Allah sendiri. Tidak ada zat
selain Allah yang memiliki atau menandingi sifat-sifat Allah SWT.
Allah
Esa dalam perbuatan-Nya, maksudnya perbuatan-perbuatan Allah itu walaupun tidak
terhingga banyaknya, hanya dimiliki oleh Allah sendiri. Tidak ada zat selain
Allah yang menandingi apalagi menandingi perbuatan-perbuatan Allah SWT.
Dalil
naqli bahwa Allah itu wajib bersifat Maha Esa, antara lain Allah berfirman : “ Katakanlah! Dialah Allah Yang Maha Esa,
Allah adalah tempat bergantung segala sesuatu. Dia tidak beranak dan tidak pula
diperanakkan. Dan tidak ada seorang pun yang setara (sama atau serupa)
dengan-Nya.” (Q.S. Al-Ikhlash, 112 : 1-4 )
Allah
wajib bersifat wahdaniyah, sesuai dengan jalan pikiran akal sehat (dalil aqli).
Akal sehat tidak menerima (mustahil) jika Allah itu berbilang, sebab jika Allah
berbilang tentu akan terjadi beberapa kemungkinan sebagai berikut.
Ø Jika
Allah itu berbilang, mungkin akan terjadi permusuhan antara Allah yang satu dan
yang lainnya. Andaikata dalam permusuhan itu Allah yang satu dapat mengalahkan
yang lainnya, maka Allah yang satu itulah yang sebenarnya, Tuhan Yang Maha Esa.
Akan tetapi, andaikan dalam perumusan itu tidak ada yang kalah dan tidak ada
yang menang, berarti Allah-allah itu lemah. Yang lemah itu bukanAllah, Allah
itu Maha Kuasa lagi Maha Perkasa,
sedangkan yang lemah itu adalah makhluk.
Ø Andaikata
antara Tuhan yang satu dan yang lainnya sepakat dalam mencipta dan mengatur
segala sesuatu, ini berarti antara kedua Tuhan itu saling butuh- membutuhkan.
Padahal , ketergantungan seperti itu hanya pada makhluk sebagai ciptaan yang
serba terbatas bukan Tuhan Allah, zat yang mandiri dan absolute.
Ø Jika
sifat-sifat dan af’al Allah itu sama atau serupa dengan sifat-sifat dan af’al
selain Allah (makhluk), berarti Allah itu makhluk. Padahal Allah itu bukan
makhluktetapi khalik atau pencipta dan pengatur alam semesta dengan segala
isinya.
Akal
manusia sangat terbatas dan tidak mungkin dapat memahami hakikat Allah SWT.
Hakikat dirinya sendiri sebagai manusia belum terpahami, apalagi Tuhan-Nya.
7. Allah
Wajib Bersifat Qudrah, mustahil bersifat Ajzu
Allah
SWT wajib bersifat qudrah, artinya
Maha Kuasa, dan mustahil bersifat ajzu
artinya lemah. Kekuasaan Allah itu Maha Sempurna, tidak terbatas dan mutlak.
Tidak ada zat selain Allah (mahkluk) yang memiliki kekuasaan sama dengan Allah
apabila melebihi. Bahkan kekuasaan yang dimiliki oleh makhluk Allah sebenarnya
adalah anugrah dari Allah SWT. Jika Allah berkehendak mencabut kekuasaan yang
terdapat pada mahkluk-Nya, tidak seorangpun dapat menghalangi-Nya.
Bukti-bukti
kemahakuasaan Allah itu terdapat dalam alam semesta dan segala isinya, baik
dalam hal mewujudkannya dan mengurusnya, maupun dalam hal membinasakannya.
Dalil naqli bahwa Allah itu bersifat Maha Kuasa, terdapat dalam Alquran surat
Ali Imran 3 ayat 26. Allah berfirman : “Sesungguhnya
Engkau (Allah)Maha Kuasa atas segal sesuatu.”
8.
Allah Wjib Bersifat Iradah,
Mustahil bersifat karahah
Allah
SWT adalah Maha Berkehendak atau iradah,
maksudnya kehendak Allah itu Maha Sempuna, tidak terbatas dan mutlak. Allah SWT
mampu menciptakan dan merawat alam semesta, semata-mata berdasarkan
kehendak-Nya. Bukan karena terpaksa atau dipaksa. Akal sehat (logika) tidak
dapat menerima (mustahil) jika dalam mencipta dan mengurus alam semesta ini,
Allah SWT terpaksa atau dapat dipaksa. Jika Allah SWT memiliki sifat terpaksa (karahah) atau dapat di paksa berarti
Allah itu lemah, sedangkan yang lemah dalah makhluk, bukan Khalik. Pada Allah
SWT adalah klalik (pencipta Alam semesta dan segala isinya), yang bersifat
dengan segala sifat kesempurnan dan jauh dari segala sifat kekurangan.
Sifat iradah sangat erat hubungannya dengan
sifat qudrah. Alam semesta dan segala
isinya diciptakan oleh Allah SWT semata-mata karena kehendak dan kekuasaan
Allah SWT. Tidak ada zat selain Allah yang dapat menhalangi kehendak dan kekuasaan
Allah SWT. Jika Allah berkehendak menciptakan sesuatu,cukup hanya mengatakan, “jadilah” maka terwujudlah
sesuatu yang dikehendaki-Nya itu. Allah berfirman dalam Alquran : “Sesunggguhnya perintah-Nya apabila Dia
(Allah) menghhendaki sesuatu, hanyalah berkata kepada-Nya “jadilah”, maka
terjadilah ia.” (Q.S. Yaasin 36:82)
9. Allah
Wajib Bersifat ‘Ilmu, Musatahil bersifat Jahlu
Allah
SWT wajib bersifat ‘ilmu, artinya
Allah itu wajib bersifat mengetahui. Pengetahuan Allah itu Maha Sempurna dan
tidak terbatas. Allah mengetahui segalanya tanpa dibatasi waktu dan ruang.
Allah Maha Mengetahui segala yang sudah terjadi dan yang akan terjadi, yang
lahir maupun batin. Singkatnya Allah SWT mengatahui betul terhadap alam semesta
dan segala isinya. Akal sehat tidak menerima (mustahil) Allah itu bersifat
tidak mengetahui dan bodoh (jahlu).
Banyak ayat-ayat Alquran yang menjelaskan bahwa Allah SWT itu bersifat Maha
Mengetahui, diantaranya surat Al-mujadilah, 58 ayat 7 dan surat Al-An’aam, 6 ayat
59.
Allah
SWT adalah Maha Berilmu dan sumber ilmu. Ilmu yang dimiliki oleh manusia pada
hakikatnya merupakan anugrah dari Allah
SWT. Ilmu manusia tidak ada artinya bila dibandingkan dengan ilmu Allah SWT.
Allah SWT berfirman : “Dan tidak
diberikan kepadamu dari ilmu itu kecuali hanya sedikit.” (Q.S. Al Israa’ 17
: 85)
Dalam
ayat lain Allah juga berfirman yang artinya : “ Tuhanmu lebih mengetahui apa yang ada dalam hatimu. Jika kamu orang-
orang yang baik, maka sesungguhnya Dia Maha Pengampun nagi orang- orang yang
bertaubah. “ (Q.S. Al Israa’ , 17 :
25)
10.
Allah Wajib Bersifat Hayat, Mustahil bersifat Maut
Allah
wajib bersifat khayat, artinya Allah
itu wajib hidup. Hidup Allah tidak berpermulaan dan tidak berkesudahan. Allah SWT
telah berfiman: “Allah tidak ada Tuhan
melainkan Dia, yang Maha Hidup kekal lagi terus- menerus mengurus
makhluk-Nya,tidak disentuh oleh kantuk dan tidak pula tidur.”(Q.S.
Al-Baqarah, 2 : 255)
Firman
Allah SWT diatas sejalan dengan akal sehat (dalil aqli). Menurut akal sehat
mustahil sesuatu yang mati dapat mencipta, mengatur dan mengendalikan sesuatu
yang lain. Demikian juga Allah SWT, zat yang mencipta dan mengatur, dan
mengendalikan alam semesta dan segala isinya, mustahil bersifat mati. Sebab,
jika Allah itu mati tentu tidak akan ada Alam semesta dan segala isinya.
Padahal, alam semesta dan segala isinya telah ada dan berjalan harmonis. Hal
ini menunjukan bahwa Allah bersifat Hidup.
Allah
SWT adalah sumber segala kehidupan. Hidup manusia dan hidup makhluk lainnya
semata-mata karena kehendak dan kekuasaan Allah. Hidup manusia didunia ini
hanya bersifat sementara dan harus tunduk kepada kesuasaan Allah SWT. Oleh
karena itu, sudah pantasnya manusia beribadah dan bertakwa kepada-Nya. Allah
berfirman dalam Alquran surat Al-mukmin, 40 ayat 65 yang artinya: “ DIA (Allah) maha hidup tidak ada tuhan
selain Dia, maka sembahlah Dia dengan iklas dalam melaksanakan agama untuk-Nya.
Segala puji bagi Allah yang menguasai segala alam.” Dalam ayat lain Allah
SWT juga berfirman : “Dan bertakwalah
kepada yang Maha Hidup (Allah), yang tidak akan mati.”(Q.S. Al Furqaan, 25
: 58)
11. Allah
wajib bersifat Sama’, Mustahil bersifat
Samam
Allah
SWT bersifat Maha Mendengar (sama’),
artinya pendengaran Allah itu sempurna, Maha tidak terbatas dan mutlak. Allah
SWT dapat mendengar segala suara, baik yang terang-terangan maupun tersembunyi,
yang dekat maupun yang jauh. Bahka Allah SWT dapat mendengar bisikan hati
manusia.
Akal
sehat tidak dapat menerima (mustahil), jika Allah SWT itu bersifat samam (tuli), karena jika Allah itu
tuli, berati Allah lemah, sedangkan yang lemah itu bukan Allah Pencipta Alam
semesta dan segala isinya, tetapi yang lemah itu adalah makhluk-Nya.
Allah
SWT mendengar segala doa hamba-Nya. Oleh karena itu, berdo’alah kepada-Nya,
dengan iklas dan khusuk, seperti doanya Nabi Ibrahim as ketika membangun Ka’bah.
Allah SWT berfirman : “Dan (ingatlah)
ketika Ibahim meninggikan (membina), dasar-dasar Baitullah (Ka’bah), bersama
Ismail (seraya berdo’a): Ya Tuhan kami terimalah daripada kami (amal kami),
sesungguhnya Engkau Maha Mendengar lagiMaha Mengetahui.”(Q.S. Al- Baqarah,
2 : 127)
12.
Allah wajib bersifat Basar,
Mustahil bersifat ‘Ama
Allah
SWT bersifat Maha Melihat (Basar)cara
Allah melihat berbeda dengan cara manusia melihat. Kalau manusia melihat dengan
mata sedangkan mata manusia memiliki keterbatasan dan kekurangan, maka Allah
SWT melihat segala apa saja, tidak dengan mata sebagaimana dimiliki manusia.
Melihatnya
Allah Maha Sempurna, tidak terbatas oleh ruang dan waktu. Allah SWT dapat
melihat semua sikap dan perbuatan manusia, baik yang terang-terangan maupun
yang tersembunyi, yang dikerjakan secara sendiri maupun beramai-ramai
(berjamaah). Allah SWT berfirman : “Sesungguhnya
Allah mengetahui apa yang gaib di langit dan di bumi. Dan Allah Maha Melihat
apa yang kamu kerjakan.”(Q.S. Al Hujuraat, 49 : 18)
13. Allah
wajib bersifat Kalam, Mustahil bersifat Abkamu
Allah
SWT bersifat kalam, artinya Maha Berfirman.
Cara Allah SWT berfirman berbeda dengan cara manusia berkata-kata. Manusia
berkata-kata dengan mulut dan alat ucap lainnya, sedangkan Allah SWT berfirman
tidak dengan mulut dan alat ucap lainnya yang biasa digunakan manusia. Cara
Allah SWT berfirman Maha Sempurna, tidak ada kekurangan ataupun cacat dan celanya.
Alquranul Karim
merupakan himpunan firman Allah, yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW untuk
dijadikan pedoman hidup umat manusia. Dengan membaca dan memahami Alquran, umat
manusia dapat mengetahui mana firman Allah yang berisi perintah yang wajib
dikerjakan dan mana firman Allah yang berisi larangan yang harus dijauhi. Dalil
naqli bahwa Allah SWT itu berfirman adalah firman Allah SWT : “Dan Allah telah berbicara kepada Musa dengan
langsung.”(Q.S. An- Nisaa’ 4 : 164)
14. Allah
wajib bersifat Kodiran, dalilnya sama dengan sifat Qudrat
15. Allah
wajib bersifat Muridan, dalilnya sama dengan sifat Iradat
16. Allah
wajib bersifat ‘Aliman, dalilnya sama dengan sifat ‘Ilmu
17. Allah
wajib bersifat Hayan, dalilnya sama dengan sifat Hayat
18. Allah
wajib bersifat Samian, dalilnya sama dengan sifat Sama
19.
Allah wajib bersifat Basiran,
dalilnya sama dengan sifat Bashar
20.
Allah wajib
bersifat Mutakaliman, dalilnya sama dengan sifat Kalam
C.
Al-Asmaul
Husna
1.
Pengertian
Al-Asmaul Husna
Menurut
pengertian bahasa, Al-Asmaul husna
berarti nama-nama yang baik. Menurut istilah ilmu tauhid, Al- Asmaul Husna itu ialah nama-nama yang baik yang hanya dimiliki
oleh Allah SWT, sebagai bukti akan keagungan-Nya. Allah SWT berfirman: “ Katakanlah serulah Allah, atau serulah
Ar-Rahman, dengan nama yang mana saja kamu seru, Dia mempunyai Al-Asmaul Husna
(nama-nama yang terbaik).” (Q.S. Al-Israa’, 17: 110)
Allah
SWT juga berfirman: “Hanya milik Allah
Al-Asmaul Husna, maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut Al-Asmaul Husna
itu.” (Q.S. Al-A’raaf, 7:180)
Adapun
nama-nama Allah yang termasuk Al-Asmaul
Husna itu ada sembilan puluh sembilan nama. Hal ini sesuai dengan sabda
Rasulullah SAW : “ Allah itu mempunyai
sembilan puluh sembilan nama. Barang siapa menghafalnya (dengan menyakini akan
kebenarannya), ia masuk surga. Sesungguhnya Allah itu Maha Ganjil (tidak genap)
dan sekali pada sesuatu yang ganjil.” (H.R. Ibnu Majah)
Nama
|
Arab
|
Indonesia
|
الله
|
Allah
|
|
الرحمن
|
Yang
Maha Pengasih
|
|
الرحيم
|
Yang
Maha Penyayang
|
|
الملك
|
Yang
Maha Merajai/Memerintah
|
|
القد
وس
|
Yang Maha Suci
|
|
السلام
|
Yang
Maha Memberi Kesejahteraan
|
|
المؤمن
|
Yang
Maha Memberi Keamanan
|
|
المهيمن
|
Yang
Maha Pemelihara
|
|
العزيز
|
Yang
Maha Perkasa
|
|
الجبار
|
Yang
Memiliki Mutlak Kegagahan
|
|
المتكبر
|
Yang
Maha Megah, Yang Memiliki Kebesaran
|
|
الخالق
|
Yang
Maha Pencipta
|
|
البارئ
|
Yang
Maha Melepaskan (Membuat, Membentuk, Menyeimbangkan)
|
|
المصور
|
Yang
Maha Membentuk Rupa (makhluknya)
|
|
الغفار
|
Yang
Maha Pengampun
|
|
القهار
|
Yang
Maha Memaksa
|
|
الوهاب
|
Yang
Maha Pemberi Karunia
|
|
الرزاق
|
Yang
Maha Pemberi Rejeki
|
|
الفتاح
|
Yang
Maha Pembuka Rahmat
|
|
العليم
|
Yang
Maha Mengetahui (Memiliki Ilmu)
|
|
القابض
|
Yang
Maha Menyempitkan (makhluknya)
|
|
الباسط
|
Yang
Maha Melapangkan (makhluknya)
|
|
الخافض
|
Yang
Maha Merendahkan (makhluknya)
|
|
الرافع
|
Yang
Maha Meninggikan (makhluknya)
|
|
المعز
|
Yang
Maha Memuliakan (makhluknya)
|
|
المذل
|
Yang
Maha Menghinakan (makhluknya)
|
|
السميع
|
Yang
Maha Mendengar
|
|
البصير
|
Yang
Maha Melihat
|
|
الحكم
|
Yang
Maha Menetapkan
|
|
العدل
|
Yang
Maha Adil
|
|
اللطيف
|
Yang
Maha Lembut
|
|
الخبير
|
Yang
Maha Mengenal
|
|
الحليم
|
Yang
Maha Penyantun
|
|
العظيم
|
Yang
Maha Agung
|
|
الغفور
|
Yang
Maha Pengampun
|
|
الشكور
|
Yang
Maha Pembalas Budi (Menghargai)
|
|
العلى
|
Yang
Maha Tinggi
|
|
الكبير
|
Yang
Maha Besar
|
|
الحفيظ
|
Yang
Maha Memelihara
|
|
المقيت
|
Yang
Maha Pemberi Kecukupan
|
|
الحسيب
|
Yang
Maha Membuat Perhitungan
|
|
الجليل
|
Yang
Maha Mulia
|
|
الكريم
|
Yang
Maha Mulia
|
|
الرقيب
|
Yang
Maha Mengawasi
|
|
المجيب
|
Yang
Maha Mengabulkan
|
|
الواسع
|
Yang
Maha Luas
|
|
الحكيم
|
Yang
Maha Maka Bijaksana
|
|
الودود
|
Yang
Maha Mengasihi
|
|
المجيد
|
Yang
Maha Mulia
|
|
الباعث
|
Yang
Maha Membangkitkan
|
|
الشهيد
|
Yang
Maha Menyaksikan
|
|
الحق
|
Yang
Maha Benar
|
|
الوكيل
|
Yang
Maha Memelihara
|
|
القوى
|
Yang
Maha Kuat
|
|
المتين
|
Yang
Maha Kokoh
|
|
الولى
|
Yang
Maha Melindungi
|
|
الحميد
|
Yang
Maha Terpuji
|
|
المحصى
|
Yang
Maha Mengkalkulasi
|
|
المبدئ
|
Yang
Maha Memulai
|
|
المعيد
|
Yang
Maha Mengembalikan Kehidupan
|
|
المحيى
|
Yang
Maha Menghidupkan
|
|
المميت
|
Yang
Maha Mematikan
|
|
الحي
|
Yang Maha Hidup
|
|
القيوم
|
Yang Maha Mandiri
|
|
الواجد
|
Yang Maha Penemu
|
|
الماجد
|
Yang Maha Mulia
|
|
الواحد
|
Yang Maha Tunggal
|
|
الاحد
|
Yang
Maha Esa
|
|
الصمد
|
Yang
Maha Dibutuhkan, Tempat Meminta
|
|
القادر
|
Yang
Maha Menentukan, Maha Menyeimbangkan
|
|
المقتدر
|
Yang
Maha Berkuasa
|
|
المقدم
|
Yang
Maha Mendahulukan
|
|
المؤخر
|
Yang
Maha Mengakhirkan
|
|
الأول
|
Yang
Maha Awal
|
|
الأخر
|
Yang
Maha Akhir
|
|
الظاهر
|
Yang
Maha Nyata
|
|
الباطن
|
Yang
Maha Ghaib
|
|
الوالي
|
Yang
Maha Memerintah
|
|
المتعالي
|
Yang
Maha Tinggi
|
|
البر
|
Yang
Maha Penderma
|
|
التواب
|
Yang
Maha Penerima Tobat
|
|
المنتقم
|
Yang
Maha Pemberi Balasan
|
|
العفو
|
Yang
Maha Pemaaf
|
|
الرؤوف
|
Yang
Maha Pengasuh
|
|
مالك
الملك
|
Yang
Maha Penguasa Kerajaan (Semesta)
|
|
ذو
الجلال و الإكرام
|
Yang
Maha Pemilik Kebesaran dan Kemuliaan
|
|
المقسط
|
Yang
Maha Pemberi Keadilan
|
|
الجامع
|
Yang
Maha Mengumpulkan
|
|
الغنى
|
Yang
Maha Kaya
|
|
المغنى
|
Yang
Maha Pemberi Kekayaan
|
|
المانع
|
Yang
Maha Mencegah
|
|
الضار
|
Yang
Maha Penimpa Kemudharatan
|
|
النافع
|
Yang
Maha Memberi Manfaat
|
|
النور
|
Yang
Maha Bercahaya (Menerangi, Memberi Cahaya)
|
|
الهادئ
|
Yang
Maha Pemberi Petunjuk
|
|
البديع
|
Yang
Indah Tidak Mempunyai Banding
|
|
الباقي
|
Yang
Maha Kekal
|
|
الوارث
|
Yang
Maha Pewaris
|
|
الرشيد
|
Yang
Maha Pandai
|
|
الصبور
|
Yang
Maha Sabar
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar