Selasa, 30 Oktober 2012

IMAN, ISLAM, IKHSAN


BAB I
PENDAHULUAN



1.1.       Latar Belakang
Agama memberikan penjelasan bahwa manusia adalah makhluk yang memiliki potensi untuk berakhlak baik (taqwa) atau buruk (fujur) potensi fujur akan senantiasa eksis dalam diri manusia karena terkait dengan aspek instink, naluriah, atau hawa nafsu, seperti naluri makan/ minum, seks, berkuasa dan rasa aman.
Apabila potensi taqwa seseorang lemah, karena tidak terkembangkan (melalui pendidikan), maka perilaku manusia dalam hidupnya tidak akan berbeda dengan hewan karena didominasi oleh potensi fujurnya yang bersifat instinktif atau implusif (seperti berjina, membunuh, mencuri, minum-minuman keras, atau menggunakan narkoba dan maen judi). Agar hawa nafsu itu terkendalikan (dalam arti pemenuhannya sesuai dengan ajaran agama), maka potensi taqwa itu harus dikembangkan, yaitu melalui pendidikan agama dari sejak usia dini. Apabila nilai- nilai agama telah terinternalisasi dalam diri seseorang maka dia akan mampu mengembangkan dirinya sebagai manusia yang bertaqwa, yang salah satu karakteristiknya adalah mampu mengendalikan diri (self contor) dari pemuasan hawa nafsu yang tidak sesuai dengan ajaran agama.
1.2.       Tujuan
1.2.1.      Tujuan Umum
Adapun tujuan umum penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Agama dan untuk meningkatkan pengetahuan mahasiswa mengenai iman, islam dan ikhsan dalam agama islam.
1.2.2.      Tujuan Khusus
1.        Untuk mengetahui pengertian agama.
2.        Untuk mengetahui klasifikasi agama.
3.        Untuk mengetahui pokok ajaran islam.
4.        Untuk mengetahui pengertian iman
5.        Untuk mengetahui sifat- sifat dan ciri-ciri orang beriman.
6.        Untuk mengetahui rukun iman.
7.        Untuk mengetahui pengertian islam.
8.        Untuk mengetahui rukun islam.
9.        Untuk mengetahui pengertian ikhsan.
10.    Untuk mengetahui perbedaan iman, islam dan ikhsan.
1.3.       Manfaat
1.         Mengetahui pengertian agama.
2.         Mengetahui klasifikasi agama.
3.         Mengetahui pokok ajaran islam.
4.         Mengetahui pengertian iman
5.         Mengetahui sifat- sifat dan ciri-ciri orang beriman.
6.         Mengetahui rukun iman.
7.         Mengetahui pengertian islam.
8.         Mengetahui rukun islam.
9.         Mengetahui pengertian ikhsan.
10.     Mengetahui perbedaan iman, islam dan ikhsan.

BAB II
TINJAUAN TEORI


2.1.    AGAMA
2.1.1. Pengertian Agama
Ø Menurut bahasa, agama berasal dari kata A dan Gama. A artinya tidak, Gama artinya kacau. Jadi agama adalah tidak kacau.
Ø Menurut istilah, agama adalah sebuah aturan yang harus diyakini seseorang yang menjadi pedoman hidup untuk keselamatan, kebahagiaan di dunia dan di akhirat.
2.1.2. Klasifikasi Agama
Agama-agama yang ada di dunia ini secara garis besar dapat di klasifikasikan kepada dua kategori :
a.    Agama Wahyu (revealed religion), juga di sebut agama samawi (agama langit)
b.    Agama Budaya (cultural religion/natural religion), juga di sebut agama ardhi, (agama bumi)
Agama wahyu adalah agama yang ajaranya diwahyukan oleh Allah kepada umat manusia melalui Rasul-Nya. Sedangkan agama budaya adalah agama yang ajaran-ajaranya diciptakan oleh manusia sendiri, tidak diwahyukan oleh Allah melalui Rasul-Nya. Ciri-ciri kategori agama tersebut adalah :
Agama Wahyu
Agama Budaya
·         Dapat di pastikan kelahiranya
·         Tidak dapat di pastikan kelahirannya.
·         Disampaikan melalui utusan atau Rasul- Nya
·         Tidak mengenal utusan atau rasul Allah. Yang mengajarkan agama budaya adalah filosof atau pendiri agama tersebut.
·         Memiliki kitab suci yang berisi wahyu Allah
·         Memiliki kitab suci yang bukan bersumber dari wahyu Allah.
·         Ajaran dasarnya tetap, tetapi tafsiran dan pemahamanya dapat berubah secara dinamis sejalan dengan tuntunan perkembangan zaman, dengan tetap berpegang teguh kepada koridor kaidah-kaidah umum ajaran dasar.
·         Ajaran dasarnya dapat  berubah dan pemahamanya tak dapat menyesuaikan dengan perkembangan zaman.
·         Konsep ketuhanannya adalah tauhid.
·         Konsep ketuhananya dinamisme, animisme, politeisme, dan mono-teisme nisbi.
·         Kebenaran ajaran bersifat mutlak.
·         Kebenaran ajaran relative tahan terhadap kritikan akal, (Sidi Ghazalba ; 1975, 49-53)
·         Sistem nilai-nilai yang di kandungnya di tentukan oleh Allah sendiri yang di selaraskan dengan tingkat kemampuan manusia.
·         Nilai agama di tentukan oleh manusia sesuai dengan cita-cita, pengalaman dan penghayatan masyarakat penganutnya.
·         Melalui agama wahyu tersebut Allah memberi pertunjuk, pedoman, tuntunan dan peringatan kepada umat manusia dalam pembentukan insan paripurna yang bersih dari dosa dan noda.
·         Pembentukan manusia di sandarkan pada pengalaman dan pengahayatan masyarakat penganutnya yang belum tentu diakui oleh mayarakat lain (Muhamad Daud Ali, 1997 : 72).


Yang di maksudkan oleh para ahli ke dalam kelompok agama budaya contohnya adalah agama Kong Hu Chu, agama budha , agama Hindu dan agama Shinto yang lahir dari pemikiran pendirinya. Sedang yang tergolong ke dalam agama wahyu adalah agama Yahudi, Nasrani dan Islam. Namun, di antara ketiga agama wahyu ini terdapat perbedaan. Kalau tolak ukur tersebut di terapkan kepada ketiga agama wahyu, maka menurut para ahli pula, tidak semua tolak ukur di atas dapat di terapkan kepada agama Yahudi dan Nasrani.
Mengenai kitab sucinya, sebagai contoh dapat di buktikan oleh para ahli bahwa taurat dan injil telah mengalami perubahan, tidak asli lagi

memuat wahyu Allah yang di sampaikan oleh malaikat (Jibril) dahulu kepada Musa dan Isa sebagai Rasul-Nya. Menurut Professor Charles Adams, seorang ilmuan pendeta agama (Kristen) Protestan (1971) kitab suci yang masih asli memuat wahyu Tuhan hanyalah Al-Qur’an. Selain dari itu sifat dari ajaran agama Yahudi adalah lokal, khusus bagi orang Yahudi saja tidak untuk manusia lain. Tentang agama Nasrani dapat di kemukanakan bahwa konsep Tuhannya bukanlah monoteisme murni tetapi monoteisme nasbi. Menurut ajaran (aqidah) agama Nasrani, Tuhan memang satu tetapi terdiri dari tiga oknum yakni Tuhan Bapak, Tuhan Anak dan Roh Qudus. Ketiganya disebut trinitas atau tritunggal, kesatuan tiga pribadi. Selain dari itu, menurut Maurice Bucaile, ada hal-hal dalam kitab suci agama Nasrani yang bertentangan dengan sain modern.
Kalau kesembilan tolak ukur tersebut di atas ditetapkan kepada agama islam hasilnya adalah sebagai berikut :
1)   kelahiran agama islam adalah pasti yaitu tanggal 17 ramadhan, bertepatan dengan tanggal 6 Agustus 610 M.
2)   Disampaikan oleh malaikat Jibril kepada nabi Muhammad sebagai utusan atau Rasulullah.
3)   Memiliki kitab suci yaitu al-qur’an yang memuat asli semua wahyu-Nya yang di terima oleh Rasul-Nya.
4)   Ajaran agama islam mutlak benar karena berasal dari Allah yang maha besar. Ajaran islam berlaku abadi tidak berunbah dan tidak boleh di rubah.
5)   Konsep ketuhanan islam adalah tauhid, monoteisme murni, allah adalah esa, esa dalam zat, esa dalam sifat dan esa dalam perbuatan.
6)   Dasar-dasar agama islam adalah fundamental dan mutlak, berlaku untuk seluruh umat manusia dimanapun dia berada.
7)   Nilai-nilai terutama nilai etika dan estitika yang di tentukan oleh agama islam sesuai dengan fitrah manusia dan kemanusiaan.
8)   Soal-soal alam semesta yang disebut dengan agama islam yang dahulu di terima dengan keyakinan saja, kini telah banyak di buktikan kebenaranya oleh sains modern.
9)   Bila petunjuk, pedoman dan tuntunan serta peringatan agama islam dilaksnankan dengan baik dan benar maka terbentuklah insane kamil yaitu manusia ynag sempurna.
Dari uraian tersebut di atas dan dari ciri-ciri agama wahyu yang di sebutkan di muka, dapatlah di simpulkan bahwa pada agama islamlah kita temui ciri-ciri agama wahyu yang lengkap. Oleh karena itu pula dapatlah secara pasti kita katakana bahwa agama islam, bukan hanya agama yang benar, tetapi juga agama yang sempurna (Haron Din, 1990 : 270-281)
Sebagai muslim dan muslimat kita bersyukur memeluk agama islam. Tetapi kesukuran itu harus di ikuti dengan mempelajari agama kita itu secara sistematis, baik dan benar serta mengamalkanya dalam kehidupan sahari-hari. Dan, dalam rangka kesyukuran itu pula, dalam masyarakat majemuk seperti Indonesia, kita menghargai pemeluk agama lain yang karena keyakinanya berbeda agamanya dengan kita.
Sementara itu pula di tambahkan bahwa agama wahyu, semua agama langit yang di sebutkan di atas ajaranya berasal dari wahyu ilahi yang disampaikan oleh malaikat (Jibril) kepada rasul-nya pada masa tertentu untuk menjadi pedoman hidup manusia. Inti ajaranya sejak diturunkan kepada Nabi atau Rasul-Nya yang pertama sampai kepada Nabi dan Rasul-Nya yang terakhir adalah sama mengenai ke-Esaan Allah, tidak ada Tuhan selain Allah. Sejak dahulu sampai sekarang dan terus ke masa yang akan datang ajaran tentang ke-Esaan Allah ( tauhid) tetap tidak berubah-ubah. Yang berubah adalah jalan yang di tempuh atau syari’at yang mengatur hubungan manusia dengan Allah, antara manusia dalam masyarakat dan dirinya sendiri serta lingkungan hidupnya. Karena itu
pula mengenai syari’at antara satu agama wahyu dengan agama wahyu yang lainya berbeda. Dan, karena perbedaan itu di tentukan oleh Allah,

 maka para pemeluk agama wahyu harus mampu menegakan sikap, seperti telah di singgung di muka, setuju hidup bersama dalam perbedaan.
2.2.       POKOK AJARAN ISLAM
Pokok ajaran Islam ada 3, yaitu : Iman, Islam dan Ihsan. Dasarnya adalah hadits sebagai berikut :
Pada suatu hari kami (Umar Ra dan para sahabat Ra) duduk-duduk bersama Rasulullah Saw. Lalu muncul di hadapan kami seorang yang berpakaian putih. Rambutnya hitam sekali dan tidak tampak tanda-tanda bekas perjalanan. Tidak seorangpun dari kami yang mengenalnya. Dia langsung duduk menghadap Rasulullah Saw. Kedua kakinya menghempit kedua kaki Rasulullah, dari kedua telapak tangannya diletakkan di atas paha Rasulullah Saw, seraya berkata, “Ya Muhammad, beritahu aku tentang Islam.” Lalu Rasulullah Saw menjawab, “Islam ialah bersyahadat bahwa tidak ada tuhan kecuali Allah dan Muhammad Rasulullah, mendirikan shalat, menunaikan zakat, puasa Ramadhan, dan mengerjakan haji apabila mampu.” Kemudian dia bertanya lagi, “Kini beritahu aku tentang iman.” Rasulullah Saw menjawab, “Beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, hari akhir dan beriman kepada Qodar baik dan buruknya.” Orang itu lantas berkata, “Benar, Kini beritahu aku
tentang ihsan.” Rasulullah berkata, “Beribadah kepada Allah seolah-olah

anda melihat-Nya walaupun anda tidak melihat-Nya, karena sesungguhnya Allah melihat anda.” Dia bertanya lagi, “Beritahu aku tentang Assa’ah (azab kiamat).” Rasulullah menjawab, “Yang ditanya tidak lebih tahu dari yang bertanya.” Kemudian dia bertanya lagi, “Beritahu aku tentang tanda-tandanya.” Rasulullah menjawab, “Seorang budak wanita melahirkan nyonya besarnya. Orang-orang tanpa sandal, setengah telanjang, melarat dan penggembala unta masing-masing berlomba membangun gedung-gedung bertingkat.” Kemudian orang itu pergi menghilang dari pandangan mata. Lalu Rasulullah Saw bertanya kepada Umar, “Hai Umar, tahukah kamu siapa orang yang bertanya tadi?” Lalu aku (Umar) menjawab, “Allah dan rasul-Nya lebih mengetahui.” Rasulullah Saw lantas berkata, “Itulah Jibril datang untuk mengajarkan agama kepada kalian.” (HR. Muslim)
2.3.       IMAN
2.3.1. Pengertian Iman
Ø Iman menurut bahasa ialah percaya atau meyakini kebenaran dengan hati.
Ø Iman menurut istilah ialah meyakini benarnya semua ajaran yang dibawa oleh nabi Muhammad SAW.
Ø Menurut ilmu tauhid, iman yaitu kepercayaan yang diyakini kebenarannya dalam hati, di ikrarkan secara lisan,dan direalisasikan dalam perbuatan.
Ø Definisi iman adalah suatu pengakuan yang serasi, seirama, seia sekata, antara hati, lidah dan anggota tubuh. Orang yang hatinya menyatakan ya, tapi tidak melaksanakan dinamakan fasiq. Orang yang menyatakan tidak, tapi melaksanakan dinamakan munafiq. Orang yang hatinya menyatakan tidak dan juga tidak melakanakan dinamakan kafir.
2.3.2. Sifat dan Ciri-Ciri Orang Beriman
Orang yang beriman dinamakan dengan mukmin. Sekelompok manusia yang terpanggil untuk melaksakan semua perintah Allah (ibadah). Yang lain tidak terpanggil. Termasuk binatang dan malaikat.(QS. 62/9 : QS. 2/183)
Adapun ciri-ciri orang beriman itu ialah :
a.    Apabila di sebutkan nama Allah  bergetar hatinya, dan apabila di bacakan ayat-ayat Allah bertambahlah imanya (QS. 8/2).
b.    Mereka malaksanakan shalat dan mengeluarkan / menafkahkan sebagian rezeki yang berikanAAllah kepadanya (QS.8/3).
c.    Mencinti Allah dan Rasul-Nya ( QS. 2/165), dan mereka mencintai Allah dan Rasul-Nya melebihi dari yang lain-lainya ( QS. 9/24).
d.   Apabila mereka diseru untuk melaksanakan hukum Allah dan Rasul-Nya, mereka mengatakan “sami’na wa atha’na ( kami dengar dan kami patuhi) (QS. 24/51).
e.    Mereka selalu diuji oleh Allah dengan berbagai macam ujian (QS. 29/2, 3; QS. 2/155, 214)
2.3.3. Rukun Iman
Rukun Iman artinya kepercayaan dalam diri. Iman artinya membenarkan Allah dan membenarkan Nabi Muhammad s.a.w ,
malaikat-malaikat, kitab kitab, hari kiamat dan juga qadha’ dan qadhar-Nya. Ia merangkumi semua aspek kepercayaan dan keyakinan adalah mu’min dan mu’minah. Keyakinan itu adalah penting untuk menanamkan dalam jiwa, bukan saja dalam jiwa tapi juga dalam mengenali marifatullah. Seperti adanya sabda Allah. Kenali dirimu kemudian kenali Allah.  Ini membawa kita dalam berfikiran lebih mendalam untuk mendekati Allah dan percaya setiap apa yang disampaikan oleh Rasulullah s.a.w adalah benar. Allah kulli hal. Wallahualam.
2.3.3.1.     Iman Kepada Allah SWT
Sebagaimana hadits di atas, rukun Iman ada 6. Yang pertama adalah iman kepada Allah SWT.
A.           Pengertian Iman Kepada Allah
Iman kepada Allah SWT adalah mempercayai atau meyakini adanya Allah SWT sebagai Tuhan Yang Maha Esa dengan segala kesempurnaannya. Kepercayaan tersebut diyakini dalam hati sanubari, di ikrarkan dengan lisan, dan dibuktikan dengan perbuatan amal saleh.
Dalam Firman-Nya Allah SWT menyatakan: “Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan berat itu bukanlah kewajiban: sesungguhnya
kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat,kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan (sebagian) harta yang
dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim orang-orang miskin,musafir (yang memerlukan pertolongan), dan orang-orang yang meminta-minta, dan (memerdekakan) hamba sebaya, mendirikan salat, menunaikan zakat dan orang-orang yang menepati  janjinya apabila ia berjanji dan orang-orang ynag sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar(imannya), dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa. “ (Q.S. AL Baqarah, 2: 177)
Rasa percaya akan adanya sang Maha Pencipta Tunggal, Allah SWT dapat ditumbuhkan dengan berbagai cara. Diantaranya dengan menggunakan akal pikiran yang sehat untuk memperhatikan segala apa yang telah diciptaka Allah, seperti alam semesta dan segala isinya. Imam syafi’i yang hidup antara tahun 150 H- 240 H (767M-820M), Membuktikan kebenaran ada dan kuasanya Allah itu dengan memperhatikan tumbuhan murbei. Hasil amatan imam syafi’i itu menyimpulkan bahwa tumbuhan murbei mempunyai bermacam-macam kegunaan. Apabila daun tumbuhan tersebut di makan oleh ulat sutera, maka kepompong ulat sutera yang makan daun murbai akan menjadi bahan kain sutera yang berkualitas dan indah di pakai. Kalau daun tersebut dimakan oleh sapi, maka sapi tersebut akan menghasilkan susu yang enak diminum.
Berdasarka ayat-ayat al-qur’an dan hadis-hadis Nabi, yang diperkuat oleh akal sehat, maka hukum beriman kepada Allah AWT itu adalah fardu’ain. Jika ada orang yang mengaku islam, tetapi tidak percaya kepada Allah, maka orang tersebut dianggap telah murtad (keluar dari islam).
B.            Sifat Allah Yang Wajib dan Mustahil
1.    Allah wajib bersifat wujud ,Mustahil bersifat ‘Adam
Allah SWT wajib bersifat wujud, artinya Allah SWT itu ada. Akal sehat tidak menerima (mustahil), bila Allah tidak ada (adam) dalil naqli bahwa Allah itu wajib bersifat wujud, antara lain terdapat dalam Al-Qur’an surat AL An’aam ayat 73 dan ayat 102.
“(yang memiliki sifat-sifat) demikian itu ialah Allah Tuhan Kamu, tidak ada Tuhan selain Dia, Pencipta segala sesuatu maka sembahlah Dia, dan Dia adalah pemelihara segala sesuatu.”(Q.s. Al An’aam, 6: 102)
Ada golongan manusia yang tidak percaya atau meragukan adanya Allah. Alasan mereka adalah karena mereka belum pernah melihat wujud-Nya. Ketidakpercayaan itu keliru, karena banyak zat yang tidak dapat dilihat wujudnya, tetapi yakini wujudnya, seperti nyawa (roh) dan angin. Nyawa dan angin diyakini ada semata-mata berdasarkan kepada tanda-tanda yang menunjukan wujudnya. Tanda-tanda wujudnya nyawa pada manusia adalah manusia bernafas,makan,minum, bergerak dan bekerja. Tanda-tanda wujudnya angin antara lain, pohon nyiur berlambai-lambai karena ditiup angin kapal layar dapat melaju karena didorong oleh tenaga angin.
Adapun tanda-tanda wujudnya Allah SWT itu sangat banyak, sehingga manusia tidak akan mampu menyebutnya satu persatu. Singkatnya, bukti-bukti tentang wujudnya Allah SWT itu terdapat di diri manusia dan diluar diri manusia. Allah SWT berfirman : “ Dan di bumi ini terdapat tanda-tanda (wujud dan kuasanya Allah) bagi orang-orang yan yakin dan (juga) pada dirimu sendiri. Maka apakah kamu tidak memperhatikan.” (Q.S. Adz- Dzaariyaat, 51 : 20-21)
Manusia tidak dapat melihat zat Allah karena kemampuan manusia terbatas. Sedangkan Allah sebagai khalik (pencipta) alam semesta dan seluruh isinya, dapat melihat segala apa yang dikehendaki-Nya. Allah SWT berfirman dalam Al-qur’an surat Al An’aam, 6:103, artinya:” Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedangkan dia dapat melihat segala penglihatan itu dan dialah yang maha halus lagi maha mengetahui.”
2.    Allah wajib bersifat Qidam, Mustahil bersifat Hudus
Jika kamu melihat mobil, kereta api, kapal laut, dan pesawat terbang tentu logika kamu akan berbicara bahwa alat-alat transportasi tersebut ada yang membuatnya. Pembuatannya pasti lebih dulu ada dari pada yang dibuatnya. Disini berlaku hukum kausalitas (hukum sebab akibat).
Allah SWT sebagai pencipta alam semesta dan segala isinya, secara logika sudah tentu wajib berfikir qidam, artinya lebih dahulu ada dari mahluk-Nya. Mustahil Allah SWT bersifat hudus (baru), karena Allah sudah ada dari sebelum alam semesta dan segala isinya ini ada. Adanya Allah tidak berpemulaan dan tidak berkesudahan. Di dalam hal ini hukum kausalitas tidak berlaku pada zat Allah, Tuhan Yang Maha Agung. Adapun dalil naqli bahwa Allah itu bersifat qidam adalah Firman Allah dalam alqur’an surat Al-Hadiid, 57:3.Dalam surat itu Allah berfirman :
Artinya: “Dia-lah (Allah) yang awal, yang akhir, yang zahir, dan yang batin, dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu.” (Q.S.Al-Hadiid, 57:3)
3.    Allah wajib bersifat Baqa, Mustahil Bersifat Fana
Allah wajib bersifat baqa, maksudnya Allah itu Wajib bersifat kekal, senantiasa ada dan tidak akan mengalami kebinasaan. Dalil naqli bahwa Allah itu wajib bersifat kekal adalah firman Allah dalam Alquran Surat Ar-Rahmaan, 55 ayat 26-27.
Artinya: “Semua yang ada dibumi itu akan binasa. Dan tetap kekal zat Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan.” (Q.S Ar-Rahmaan, 55: 26-27)
Adapun dalil aqli bahwa Allah SWT itu wajib bersifat baqa adalah sebagai berikut . jika Allah Itu tidak bersifat kekal, berarti Allah itu binasa atau berkesudahan. Jika Allah itu berkesudahan atau binasa, berarti Allah itu sama dengan mahluk-Nya. Padahal, Allah itu bukan mahluk yang diciptakan dan dibinasakan, tetapi Allah itu adalah khalik yang menciptakan dan membinasakan. Akal sehat tidak menerima (mustahil) bahwa Allah SWT itu bersifat fana atau mengalami kebinasaan.
Kesimpulan kedua sifat Allah (qidam dan baqa) dibandingkan dengan makhuk-Nya, dapat dirumuskan sebagai berikut (Matdawam Dbs.R.,1984, Teologi Islam, Halaman 58)
Perbedaannya
Sejak dulu
Sekarang
Akhirnya
Allah (khalik)
Ada (+)
Ada (+)
Ada (+) = kekal
Alam semesta (makhluk)
Tidak ada (0)
Ada (+)
Tidak ada = rusak

Perlu diketahui bahwa makhluk Allah yang dulunya tidak ada, lalu ada dan setelah ada akan selalu ada (kekal) adalah roh, surge, dan neraka.
4.    Allah wajib bersifat Mukhalafatu Lil hawadisi, Mustahil bersifat  Mumasalatu Lil Hawadisi
Allah SWT wajib bersifat Mukhalafatu Lil Hawadisi, artinya Allah SWT wajib berlainan atau berbeda dengan semua yang baru (makhluk). Akal sehat tidak menerima (mustahil) Allah bersifat serupa dengan mkhluk-Nya (Mumasalatu Lil Hawadisi). Perbedaan antara Allah dan makhluk-Nya itu terdapat pada zat-Nya, sifat-Nya, dan perbuatan-Nya.
Salah satu perbedaan antar zat Allah dan semua mkhluk-Nya ialah zat Allah ada dengan diri-Nya, sedangkan adanya semua mhkluk Allah karena ada yang mengadakan. Segala sifat Allah berlainan, dengan segala makhluk-Nya. Manusia sebagai makhluk Allah SWT memiliki sifat yang berkuasa, berkehendak, mengetahui, hidup, mendengar,melihat, dan berkata-kata. Sifat-sifat tersebut tampaknya sama seperti yang terdapat pada Allah SWT. Akan tetapi, persamaan sifat manusia dengan sifat Allah tersebut hanya dalam sebutannya saja,sedangkan pada hakikatnya berbeda.
Demikian juga segala perbuatan Allah berbeda dengan segala perbuatan mahkluk-Nya. Apa yang diciptakan Allah berbeda berlainan dengan apa yang diciptakan makhkluk-Nya. Jika Allah menciptakan sesuatu yang dikehendaki-Nya, dia tidak membutuhkan siapa pun dan apa pun. Sebaliknya, apabila mahkluk Allah membuat sesuatu yang dikehendakinya, ia membutuhkan bahan lain dari dirinya. Semua yang dibuat manusia dengan bahan-bahan yang telah di sediakan Allah SWT.
Kemampuan manusia terbatas, karena banyak masalah yang tidak dapat diketahui hakikatnya oleh akal manusia, misalnya masalah nyawa. Kalau akal manusia tidak mampu mengetahui hakikat nyawa yang terdapat dalam dirinya sendiri, tentu akal manusia akan lebih tidak mampu untuk mengetahui hakikat zat Allah.
Nabi muhammad SAW Bersabda yang artinya: “Berpikirlah kamu semua tentang mahkluk Allah tetapi janganlah kamu semua memikirkan zat Allah, karena sesungguhnya kamu semua tidak akan sampai kesana.” (H.R. Abu Syaikh)
Adapun dalil naqli bahwa Allah SWT wajib bersifat mukhalalfatu lil hawadisi, antara lain firman Allah SWT dalam Alquran : “Tidak ada sesuatu pun yang menyerupai- Nya dan Dia (Allah) adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (Q.s.Asy-Syuura, 26 : 11)
Dalil aqli bahwa Allah SWT wajib bersifat mukhalalfatu lil hawadisi,adalah sebagai berikut. Jika Allah tidak bersifat mukhalalfatu lil khawadisi, berarti Allah bersifat mumasalatu lil khawadisi atau bersifat sama dengan makhluk-Nya. Mustahil Allah sama dengan makhluk-Nya.  Jika Allah sama dengan makhluk-Nya, berarti Allah itu makhluk. Padahal Allah itu bukan makhluk. Dia adalah khalik.
5.    Allah wajib bersifat Qiyamuhu Binafsihi, Mustahil bersifat Ihtiyaju Bigairihi
Allah SWT wajib bersifat qiyamuhu binafsihi, artinya Allah wajib bersifat berdiri sendiri, dan mustahil bersifat ihtiyaju bigairihi yang artinya membutuhkan kepada selain diri-Nya. Hal ini berdasarkan firman Allah dalam Alquran : “Allah tidak ada Tuhan melainkan Dia, yang hidup dan berdiri sendiri (kekal lagi terus- menerus mengurus makhluk-Nya).”(Q.S. Al- Baqarah, 2 : 255)
Allah SWT tidak membutuhkan batuan kepada sesuatu apapun selain diri-Nya sendiri. Bahkan makhluk yang sebenarnya selalu membutuhkan pertolongan Allah dalam segala hal.
Logika tidak dapat menerima, jika dikatakan Allah itu membutuhkan batuan selain kepada diri-Nya. Jika Allah itu membutuhkan bantuan, bararti Allah itu lemah, sedangkan yang lemah itu makhluk. Padahal Allah itu bukan Makhluk tetapi khalik.
6.    Allah wajib bersikap Wahdaniyah, mustahil bersifat Ta’addud
Allah SWT wajib bersifat  wahdaniyah, artinya Allah itu wajib bersifat Maha Esa baik kepada zat-Nya, sifat-Nya, af’al-Nya, atau perbuatan-Nya. Allah Esa dalam zat-Nya, maksudnya zat Allah itu hanya satu tidak dua, tidak tiga ataupun lebih. Zat Allah tidak sama atau tidak serupa dengan zat lain-Nya (makhluk). Allah Esa dalam sifat-Nya, maksudnya sifat Allah itu walaupun banyak tetapi hanya dimiliki oleh Allah sendiri. Tidak ada zat selain Allah yang memiliki atau menandingi sifat-sifat Allah SWT.
Allah Esa dalam perbuatan-Nya, maksudnya perbuatan-perbuatan Allah itu walaupun tidak terhingga banyaknya, hanya dimiliki oleh Allah sendiri. Tidak ada zat selain Allah yang menandingi apalagi menandingi perbuatan-perbuatan Allah SWT.
Dalil naqli bahwa Allah itu wajib bersifat Maha Esa, antara lain Allah berfirman : “ Katakanlah! Dialah Allah Yang Maha Esa, Allah adalah tempat bergantung segala sesuatu. Dia tidak beranak dan tidak pula diperanakkan. Dan tidak ada seorang pun yang setara (sama atau serupa) dengan-Nya.” (Q.S. Al-Ikhlash, 112 : 1-4 )
Allah wajib bersifat wahdaniyah, sesuai dengan jalan pikiran akal sehat (dalil aqli). Akal sehat tidak menerima (mustahil) jika Allah itu berbilang, sebab jika Allah berbilang tentu akan terjadi beberapa kemungkinan sebagai berikut.
Ø Jika Allah itu berbilang, mungkin akan terjadi permusuhan antara Allah yang satu dan yang lainnya. Andaikata dalam permusuhan itu Allah yang satu dapat mengalahkan yang lainnya, maka Allah yang satu itulah yang sebenarnya, Tuhan Yang Maha Esa. Akan tetapi, andaikan dalam perumusan itu tidak ada yang kalah dan tidak ada yang menang, berarti Allah-allah itu lemah. Yang lemah itu bukanAllah, Allah itu Maha Kuasa  lagi Maha Perkasa, sedangkan yang lemah itu adalah makhluk.  
Ø Andaikata antara Tuhan yang satu dan yang lainnya sepakat dalam mencipta dan mengatur segala sesuatu, ini berarti antara kedua Tuhan itu saling butuh- membutuhkan. Padahal , ketergantungan seperti itu hanya pada makhluk sebagai ciptaan yang serba terbatas bukan Tuhan Allah, zat yang mandiri dan absolute.
Ø Jika sifat-sifat dan af’al Allah itu sama atau serupa dengan sifat-sifat dan af’al selain Allah (makhluk), berarti Allah itu makhluk. Padahal Allah itu bukan makhluktetapi khalik atau pencipta dan pengatur alam semesta dengan segala isinya.
Akal manusia sangat terbatas dan tidak mungkin dapat memahami hakikat Allah SWT. Hakikat dirinya sendiri sebagai manusia belum terpahami, apalagi Tuhan-Nya.
7.    Allah Wajib Bersifat Qudrah, mustahil bersifat Ajzu
Allah SWT wajib bersifat qudrah, artinya Maha Kuasa, dan mustahil bersifat ajzu artinya lemah. Kekuasaan Allah itu Maha Sempurna, tidak terbatas dan mutlak. Tidak ada zat selain Allah (mahkluk) yang memiliki kekuasaan sama dengan Allah apabila melebihi. Bahkan kekuasaan yang dimiliki oleh makhluk Allah sebenarnya adalah anugrah dari Allah SWT. Jika Allah berkehendak mencabut kekuasaan yang terdapat pada mahkluk-Nya, tidak seorangpun dapat menghalangi-Nya.
Bukti-bukti kemahakuasaan Allah itu terdapat dalam alam semesta dan segala isinya, baik dalam hal mewujudkannya dan mengurusnya, maupun dalam hal membinasakannya. Dalil naqli bahwa Allah itu bersifat Maha Kuasa, terdapat dalam Alquran surat Ali Imran 3 ayat 26. Allah berfirman : “Sesungguhnya Engkau (Allah)Maha Kuasa atas segal sesuatu.”
8.    Allah Wjib Bersifat Iradah, Mustahil bersifat karahah
Allah SWT adalah Maha Berkehendak atau iradah, maksudnya kehendak Allah itu Maha Sempuna, tidak terbatas dan mutlak. Allah SWT mampu menciptakan dan merawat alam semesta, semata-mata berdasarkan kehendak-Nya. Bukan karena terpaksa atau dipaksa. Akal sehat (logika) tidak dapat menerima (mustahil) jika dalam mencipta dan mengurus alam semesta ini, Allah SWT terpaksa atau dapat dipaksa. Jika Allah SWT memiliki sifat terpaksa (karahah) atau dapat di paksa berarti Allah itu lemah, sedangkan yang lemah dalah makhluk, bukan Khalik. Pada Allah SWT adalah klalik (pencipta Alam semesta dan segala isinya), yang bersifat dengan segala sifat kesempurnan dan jauh dari segala sifat kekurangan.
Sifat iradah sangat erat hubungannya dengan sifat qudrah. Alam semesta dan segala isinya diciptakan oleh Allah SWT semata-mata karena kehendak dan kekuasaan Allah SWT. Tidak ada zat selain Allah yang dapat menhalangi kehendak dan kekuasaan Allah SWT. Jika Allah berkehendak menciptakan sesuatu,cukup hanya  mengatakan, “jadilah” maka terwujudlah sesuatu yang dikehendaki-Nya itu. Allah berfirman dalam Alquran : “Sesunggguhnya perintah-Nya apabila Dia (Allah) menghhendaki sesuatu, hanyalah berkata kepada-Nya “jadilah”, maka terjadilah ia.” (Q.S. Yaasin 36:82)
9.    Allah Wajib Bersifat ‘Ilmu, Musatahil bersifat Jahlu
Allah SWT wajib bersifat ‘ilmu, artinya Allah itu wajib bersifat mengetahui. Pengetahuan Allah itu Maha Sempurna dan tidak terbatas. Allah mengetahui segalanya tanpa dibatasi waktu dan ruang. Allah Maha Mengetahui segala yang sudah terjadi dan yang akan terjadi, yang lahir maupun batin. Singkatnya Allah SWT mengatahui betul terhadap alam semesta dan segala isinya. Akal sehat tidak menerima (mustahil) Allah itu bersifat tidak mengetahui dan bodoh (jahlu). Banyak ayat-ayat Alquran yang menjelaskan bahwa Allah SWT itu bersifat Maha Mengetahui, diantaranya surat Al-mujadilah, 58 ayat 7 dan surat Al-An’aam, 6 ayat 59.
Allah SWT adalah Maha Berilmu dan sumber ilmu. Ilmu yang dimiliki oleh manusia pada hakikatnya merupakan  anugrah dari Allah SWT. Ilmu manusia tidak ada artinya bila dibandingkan dengan ilmu Allah SWT. Allah SWT berfirman : “Dan tidak diberikan kepadamu dari ilmu itu kecuali hanya sedikit.” (Q.S. Al Israa’ 17 : 85)
Dalam ayat lain Allah juga berfirman yang artinya : “ Tuhanmu lebih mengetahui apa yang ada dalam hatimu. Jika kamu orang- orang yang baik, maka sesungguhnya Dia Maha Pengampun nagi orang- orang yang bertaubah. “ (Q.S.  Al Israa’ , 17 : 25)
10.    Allah Wajib Bersifat Hayat, Mustahil bersifat Maut
Allah wajib bersifat khayat, artinya Allah itu wajib hidup. Hidup Allah tidak berpermulaan dan tidak berkesudahan. Allah SWT telah berfiman: “Allah tidak ada Tuhan melainkan Dia, yang Maha Hidup kekal lagi terus- menerus mengurus makhluk-Nya,tidak disentuh oleh kantuk dan tidak pula tidur.”(Q.S. Al-Baqarah, 2 : 255)
Firman Allah SWT diatas sejalan dengan akal sehat (dalil aqli). Menurut akal sehat mustahil sesuatu yang mati dapat mencipta, mengatur dan mengendalikan sesuatu yang lain. Demikian juga Allah SWT, zat yang mencipta dan mengatur, dan mengendalikan alam semesta dan segala isinya, mustahil bersifat mati. Sebab, jika Allah itu mati tentu tidak akan ada Alam semesta dan segala isinya. Padahal, alam semesta dan segala isinya telah ada dan berjalan harmonis. Hal ini menunjukan bahwa Allah bersifat Hidup.
Allah SWT adalah sumber segala kehidupan. Hidup manusia dan hidup makhluk lainnya semata-mata karena kehendak dan kekuasaan Allah. Hidup manusia didunia ini hanya bersifat sementara dan harus tunduk kepada kesuasaan Allah SWT. Oleh karena itu, sudah pantasnya manusia beribadah dan bertakwa kepada-Nya. Allah berfirman dalam Alquran surat Al-mukmin, 40 ayat 65 yang artinya: “ DIA (Allah) maha hidup tidak ada tuhan selain Dia, maka sembahlah Dia dengan iklas dalam melaksanakan agama untuk-Nya. Segala puji bagi Allah yang menguasai segala alam.” Dalam ayat lain Allah SWT juga berfirman : “Dan bertakwalah kepada yang Maha Hidup (Allah), yang tidak akan mati.”(Q.S. Al Furqaan, 25 : 58)
11.    Allah wajib bersifat Sama,  Mustahil bersifat Samam
Allah SWT bersifat Maha Mendengar (sama’), artinya pendengaran Allah itu sempurna, Maha tidak terbatas dan mutlak. Allah SWT dapat mendengar segala suara, baik yang terang-terangan maupun tersembunyi, yang dekat maupun yang jauh. Bahka Allah SWT dapat mendengar bisikan hati manusia.
Akal sehat tidak dapat menerima (mustahil), jika Allah SWT itu bersifat samam (tuli), karena jika Allah itu tuli, berati Allah lemah, sedangkan yang lemah itu bukan Allah Pencipta Alam semesta dan segala isinya, tetapi yang lemah itu adalah makhluk-Nya.
Allah SWT mendengar segala doa hamba-Nya. Oleh karena itu, berdo’alah kepada-Nya, dengan iklas dan khusuk, seperti doanya Nabi Ibrahim as ketika membangun Ka’bah. Allah SWT berfirman : “Dan (ingatlah) ketika Ibahim meninggikan (membina), dasar-dasar Baitullah (Ka’bah), bersama Ismail (seraya berdo’a): Ya Tuhan kami terimalah daripada kami (amal kami), sesungguhnya Engkau Maha Mendengar lagiMaha Mengetahui.”(Q.S. Al- Baqarah, 2 : 127)


12.    Allah wajib bersifat Basar, Mustahil bersifat Ama
Allah SWT bersifat Maha Melihat (Basar)cara Allah melihat berbeda dengan cara manusia melihat. Kalau manusia melihat dengan mata sedangkan mata manusia memiliki keterbatasan dan kekurangan, maka Allah SWT melihat segala apa saja, tidak dengan mata sebagaimana dimiliki manusia.
Melihatnya Allah Maha Sempurna, tidak terbatas oleh ruang dan waktu. Allah SWT dapat melihat semua sikap dan perbuatan manusia, baik yang terang-terangan maupun yang tersembunyi, yang dikerjakan secara sendiri maupun beramai-ramai (berjamaah). Allah SWT berfirman : “Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang gaib di langit dan di bumi. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.”(Q.S. Al Hujuraat, 49 : 18)
13.    Allah wajib bersifat Kalam, Mustahil bersifat Abkamu
Allah SWT bersifat kalam, artinya Maha Berfirman. Cara Allah SWT berfirman berbeda dengan cara manusia berkata-kata. Manusia berkata-kata dengan mulut dan alat ucap lainnya, sedangkan Allah SWT berfirman tidak dengan mulut dan alat ucap lainnya yang biasa digunakan manusia. Cara Allah SWT berfirman Maha Sempurna, tidak ada kekurangan ataupun cacat dan celanya.
Alquranul Karim merupakan himpunan firman Allah, yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW untuk dijadikan pedoman hidup umat manusia. Dengan membaca dan memahami Alquran, umat manusia dapat mengetahui mana firman Allah yang berisi perintah yang wajib dikerjakan dan mana firman Allah yang berisi larangan yang harus dijauhi. Dalil naqli bahwa Allah SWT itu berfirman adalah firman Allah SWT : “Dan Allah telah berbicara kepada Musa dengan langsung.”(Q.S. An- Nisaa’ 4 : 164)
14.    Allah wajib bersifat Kodiran, dalilnya sama dengan sifat Qudrat
15.    Allah wajib bersifat Muridan, dalilnya sama dengan sifat Iradat
16.    Allah wajib bersifatAliman, dalilnya sama dengan sifatIlmu
17.    Allah wajib bersifat Hayan, dalilnya sama dengan sifat Hayat
18.    Allah wajib bersifat Samian, dalilnya sama dengan sifat Sama
19.    Allah wajib bersifat Basiran, dalilnya sama dengan sifat Bashar
20.    Allah wajib bersifat  Mutakaliman, dalilnya sama dengan sifat Kalam
C.           Al-Asmaul Husna
1.    Pengertian Al-Asmaul Husna
Menurut pengertian bahasa, Al-Asmaul husna berarti nama-nama yang baik. Menurut istilah ilmu tauhid, Al- Asmaul Husna itu ialah nama-nama yang baik yang hanya dimiliki oleh Allah SWT, sebagai bukti akan keagungan-Nya. Allah SWT berfirman: “ Katakanlah serulah Allah, atau serulah Ar-Rahman, dengan nama yang mana saja kamu seru, Dia mempunyai Al-Asmaul Husna (nama-nama yang terbaik).” (Q.S. Al-Israa’, 17: 110)
Allah SWT juga berfirman: “Hanya milik Allah Al-Asmaul Husna, maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut Al-Asmaul Husna itu.” (Q.S. Al-A’raaf, 7:180)
Adapun nama-nama Allah yang termasuk Al-Asmaul Husna itu ada sembilan puluh sembilan nama. Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah SAW : “ Allah itu mempunyai sembilan puluh sembilan nama. Barang siapa menghafalnya (dengan menyakini akan kebenarannya), ia masuk surga. Sesungguhnya Allah itu Maha Ganjil (tidak genap) dan sekali pada sesuatu yang ganjil.” (H.R. Ibnu Majah)
Nama
Arab
Indonesia
الله
Allah
الرحمن
Yang Maha Pengasih
الرحيم
Yang Maha Penyayang
الملك
Yang Maha Merajai/Memerintah
القد
وس
Yang Maha Suci
السلام
Yang Maha Memberi Kesejahteraan
المؤمن
Yang Maha Memberi Keamanan
المهيمن
Yang Maha Pemelihara
العزيز
Yang Maha Perkasa
الجبار
Yang Memiliki Mutlak Kegagahan
المتكبر
Yang Maha Megah, Yang Memiliki Kebesaran
الخالق
Yang Maha Pencipta
البارئ
Yang Maha Melepaskan (Membuat, Membentuk, Menyeimbangkan)
المصور
Yang Maha Membentuk Rupa (makhluknya)
الغفار
Yang Maha Pengampun
القهار
Yang Maha Memaksa
الوهاب
Yang Maha Pemberi Karunia
الرزاق
Yang Maha Pemberi Rejeki
الفتاح
Yang Maha Pembuka Rahmat
العليم
Yang Maha Mengetahui (Memiliki Ilmu)
القابض
Yang Maha Menyempitkan (makhluknya)
الباسط
Yang Maha Melapangkan (makhluknya)
الخافض
Yang Maha Merendahkan (makhluknya)
الرافع
Yang Maha Meninggikan (makhluknya)
المعز
Yang Maha Memuliakan (makhluknya)
المذل
Yang Maha Menghinakan (makhluknya)
السميع
Yang Maha Mendengar
البصير
Yang Maha Melihat
الحكم
Yang Maha Menetapkan
العدل
Yang Maha Adil
اللطيف
Yang Maha Lembut
الخبير
Yang Maha Mengenal
الحليم
Yang Maha Penyantun
العظيم
Yang Maha Agung
الغفور
Yang Maha Pengampun
الشكور
Yang Maha Pembalas Budi (Menghargai)
العلى
Yang Maha Tinggi
الكبير
Yang Maha Besar
الحفيظ
Yang Maha Memelihara
المقيت
Yang Maha Pemberi Kecukupan
الحسيب
Yang Maha Membuat Perhitungan
الجليل
Yang Maha Mulia
الكريم
Yang Maha Mulia
الرقيب
Yang Maha Mengawasi
المجيب
Yang Maha Mengabulkan
الواسع
Yang Maha Luas
الحكيم
Yang Maha Maka Bijaksana
الودود
Yang Maha Mengasihi
المجيد
Yang Maha Mulia
الباعث
Yang Maha Membangkitkan
الشهيد
Yang Maha Menyaksikan
الحق
Yang Maha Benar
الوكيل
Yang Maha Memelihara
القوى
Yang Maha Kuat
المتين
Yang Maha Kokoh
الولى
Yang Maha Melindungi
الحميد
Yang Maha Terpuji
المحصى
Yang Maha Mengkalkulasi
المبدئ
Yang Maha Memulai
المعيد
Yang Maha Mengembalikan Kehidupan
المحيى
Yang Maha Menghidupkan
المميت
Yang Maha Mematikan
الحي
Yang Maha Hidup
القيوم
Yang Maha Mandiri
الواجد
Yang Maha Penemu
الماجد
Yang Maha Mulia
الواحد
Yang Maha Tunggal
الاحد
Yang Maha Esa
الصمد
Yang Maha Dibutuhkan, Tempat Meminta
القادر
Yang Maha Menentukan, Maha Menyeimbangkan
المقتدر
Yang Maha Berkuasa
المقدم
Yang Maha Mendahulukan
المؤخر
Yang Maha Mengakhirkan
الأول
Yang Maha Awal
الأخر
Yang Maha Akhir
الظاهر
Yang Maha Nyata
الباطن
Yang Maha Ghaib
الوالي
Yang Maha Memerintah
المتعالي
Yang Maha Tinggi
البر
Yang Maha Penderma
التواب
Yang Maha Penerima Tobat
المنتقم
Yang Maha Pemberi Balasan
العفو
Yang Maha Pemaaf
الرؤوف
Yang Maha Pengasuh
مالك الملك
Yang Maha Penguasa Kerajaan (Semesta)
ذو الجلال و الإكرام
Yang Maha Pemilik Kebesaran dan Kemuliaan
المقسط
Yang Maha Pemberi Keadilan
الجامع
Yang Maha Mengumpulkan
الغنى
Yang Maha Kaya
المغنى
Yang Maha Pemberi Kekayaan
المانع
Yang Maha Mencegah
الضار
Yang Maha Penimpa Kemudharatan
النافع
Yang Maha Memberi Manfaat
النور
Yang Maha Bercahaya (Menerangi, Memberi Cahaya)
الهادئ
Yang Maha Pemberi Petunjuk
البديع
Yang Indah Tidak Mempunyai Banding
الباقي
Yang Maha Kekal
الوارث
Yang Maha Pewaris
الرشيد
Yang Maha Pandai
الصبور
Yang Maha Sabar

Tidak ada komentar:

Posting Komentar