MAKALAH
ASUHAN KEBIDANAN
KELUARGA
BERENCANA
(Di
ajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah asuhan kebidanan)
Kelompok
8
Disusun
Oleh :
ª Dewi
Sartika
ª Enok
Rasmi
ª Risma
Evi J
|
ª Sri
Maelasari
ª Uum
Karmila
ª Vivi
Dwi Putri
|
PROGRAM
STUDI DIPLOMA IV BIDAN PENDIDIK
STIKES
KHARISMA KARAWANG
2012
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Indonesia
merupakan negara yang dilihat dari jumlah penduduknya ada pada posisi keempat
di dunia, dengan laju pertumbuhan yang masih relatif tinggi. Esensi tugas
program Keluarga Berencana (KB) dalam hal ini telah jelas yaitu menurunkan
fertilitas agar dapat mengurangi beban pembangunan demi terwujudnya kebahagiaan
dan kesejahteraan bagi rakyat dan bangsa Indonesia. Seperti yang disebutkan
dalam UU No.10 Tahun 1992 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan
Keluarga Sejahtera, definisi KB yakni upaya meningkatan kepedulian dan peran
serta masyarakat melalui pendewasaan usia perkawinan, pengaturan kelahiran,
pembinaan ketahanan keluarga, dan peningkatan kesejahteraan keluarga guna
mewujudkan keluarga kecil, bahagia dan sejahtera.
Berdasarkan
data dari SDKI 2002 – 2003, angka pemakaian kontrasepsi (contraceptive
prevalence rate/CPR) mengalami peningkatan dari 57,4% pada tahun 1997 menjadi
60,3% pada tahun 2003. Pada 2015 jumlah penduduk Indonesia hanya mencapai 255,5
juta jiwa. Namun, jika terjadi penurunan angka satu persen saja, jumlah
penduduk mencapai 264,4 juta jiwa atau lebih. Sedangkan jika pelayanan KB bisa
ditingkatkan dengan kenaikan CPR 1%, penduduk negeri ini sekitar 237,8 juta
jiwa (Kusumaningrum dalam Andy, 2011).
Pada awal
tahun 70-an seorang wanita di Indonesia rata-rata memiliki 5,6 anak selama masa
reproduksinya. Hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI)
menunjukkan angka TFR (Total Fertility Rate) pada periode 2002 sebesar 2,6
artinya potensi rata–rata kelahiran oleh wanita usia subur berjumlah 2-3 anak.
Pada tahun 2007, angka TFR stagnan pada 2,6 anak. Sekarang ini di samping
keluarga muda yang ketat membatasi anak, banyak pula yang tidak mau menggunakan
KB dengan alasan masing-masing seperti anggapan banyak anak banyak rezeki.
Artinya ada dua pandangan yang berseberangan, yang akan berpengaruh pada
keturunan atau jumlah anak masing-masing (Kusumaningrum dalam Andy, 2011).
Menurut SDKI
2002-2003 Pada tahun 2003, kontrasepsi yang banyak digunakan adalah metode
suntikan (49,1 %), pil (23,3 %), IUD/spiral (10,9 %), implant (7,6 %), MOW (6,5
%), kondom (1,6 %), dan MOP (0,7 %) (Kusumaningrum dalam Andy, 2011).
Alat
kontrasepsi sangat berguna sekali dalam program KB namun perlu diketahui bahwa
tidak semua alat kontrasepsi cocok dengan kondisi setiap orang. Untuk itu,
setiap pribadi harus bisa memilih alat kontrasepsi yang cocok untuk dirinya.
Pelayanan kontrasepsi (PK) adalah salah satu jenis pelayanan KB yang tersedia.
Sebagian besar akseptor KB memilih dan membayar sendiri berbagai macam metode
kontrasepsi yang tersedia.
Faktor lain
yang mempengaruhi pemilihan jenis kontrasepsi antara lain faktor pasangan (umur,
gaya hidup, jumlah keluarga yang diinginkan, pengalaman dengan metode
kontrasepsi yang lalu), faktor kesehatan (status kesehatan, riwayat haid,
riwayat keluarga, pemeriksaan fisik, pemeriksaan panggul), faktor metode
kontrasepsi (efektivitas, efek samping, biaya), tingkat pendidikan,
pengetahuan, kesejahteraan keluarga, agama, dan dukungan dari suami/istri.
Faktor-faktor ini nantinya juga akan mempengaruhi keberhasilan program KB. Hal
ini dikarenakan setiap metode atau alat kontrasepsi yang dipilih memiliki
efektivitas yang berbeda-beda.
B.
Tujuan
Penulisan
1. Tujuan Umum
Adapun
tujuan umum penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu tugas dari
mata kuliah Askeb dan untuk meningkatkan pengetahuan mahasiswa mengenai
evidence based KB, macam- macam alat kontrasepsi, dan implementasi hak
perempuan dalam keluarga berencana (KB).
2. Tujuan Khusus
a.
Untuk mengetahui Sejarah Perkembangan
Keluarga Berencana (KB)
b.
Untuk mengetahui definisi
Keluarga Berencana (KB)
c.
Untuk mengetahui tujuan
Keluarga Berencana (KB)
d.
Untuk mengetahui Program Keluarga
Berencana di Indonesia
e.
Untuk mengetahui Evidence
Based Keluarga Berencana (KB)
f.
Untuk mengetahui macam – macam metode kontrasepsi
g.
Untuk mengetahui jenis- jenis alat
kontrasepsi
h.
Untuk mengetahui keuntungan dan kerugian
alat kontrasepsi
i.
Untuk mengetahui Implementasi Hak Perempuan Dalam Keluarga Berencana (KB)
C.
Manfaat
Penulisan
a.
Dapat mengetahui Sejarah Perkembangan
Keluarga Berencana (KB)
b.
Dapat mengetahui definisi
Keluarga Berencana (KB)
c.
Dapat mengetahui tujuan
Keluarga Berencana (KB)
d.
Dapat mengetahui Program Keluarga
Berencana di Indonesia
e.
Dapat mengetahui Evidence
Based Keluarga Berencana (KB)
f.
Dapat mengetahui macam – macam metode
kontrasepsi
g.
Dapat mengetahui jenis- jenis alat
kontrasepsi
h.
Dapat mengetahui keuntungan dan kerugian
alat kontrasepsi
i.
Dapat mengetahui Implementasi Hak Perempuan Dalam Keluarga Berencana (KB)
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Keluarga
Berencana (KB)
1.
Sejarah
Perkembangan Keluarga Berencana (KB)
Berawal dari pengertian harfiah
kontrasepsi yang terdiri dari dua kata, yaitu kontra (menolak) dan konsepsi
(pertemuan antara sel telur yang telah matang dengan sel sperma), maka
kontrasepsi dapat diartikan secara sederhana sebagai cara untuk mencegah
pertemuan antara sel telur dan sel sperma sehingga tidak terjadi pembuahan dan
kehamilan. Konsep ini sepertinya belum dipahami di era sebelum abad
ke-20, namun konsep pengaturan kehamilan sepertinya sudah dilakukan dengan
penerjemahan cara/metode yang beragam dan unik. Misalkan perempuan China secara
sukarela meminum timbal dan merkuri untuk mengontrol fertilitasnya yang sering
berujung pada kejadian infertilitas (kemandulan) bahkan kematian.
Di abad pertengahan di Eropa dimana
pengaruh penyihir masih sangat kuat dan sangat dipercaya, pengendalian
kelahiran dilakukan dengan menggantungkan testis musang di paha perempuan atau
memotong kaki musang tersebut dan menggantungkannya di leher wanita.
Wanita di Canada meyakini bahwa dengan minum ramuan testis beaver kering
dengan cairan alkohol berkadar tinggi mampu mencegah pembuahan yang merupakan
proses awal dari kehamilan. Atau ada pula yang beranggapan bahwa dengan mengitari
titik kencing serigala hamil sebanyak tiga kali akan mampu mencegah kehamilan.
Di Indonesia
sejak zaman dulu telah dipakai obat dan jamu yang maksudnya untuk mencegah
kehamilan. Di Irian Jaya telah lama dikenal ramuan dari daun-daunan yang
khasiatnya dapat mencegah kehamilan. Dalam masyarakat hindu bali, sejak dulu
hanya ada nama untuk empat orang anak, mungkin suatu cara untuk menganjurkan
supaya pasangan suami istri mengatur kelahiran anaknya sampai empat.
Di Indonesia
keluarga berencana modern mulai dikenal pada tahun 1953. Pada waktu itu
sekelompok ahli kesehatan, kebidanan, dan tokoh masyarakat telah mulai membantu
masyarakat memecahkan masalah-masalah penduduk. Pada tanggal 23 Desember 1957
mereka mendirikan wadah dengan nama perkumpulan Keluarga berencana Indonesia
(PKBI) dan bergerak secara silent operation membantu masyarakat memerlukan
bantuan secara sukarela. Jadi Indonesia PKBI adalah pelopor pergerakan Keluarga
Berencana Nasional.
Untuk menunjang
dalam rangka mencapai tujuan berdasarkan hasil penandatanganan Deklarasi
Kependudukan PBB 1967 oleh beberapa Kepala Negara Indonesia, maka dibentuklah
suatu lembaga program Keluarga Berencana dan dimasukkan dalam program
pemerintah sejak pelita I berdasarkan instruksi presiden nomor 26 tahun 1968 yang
di namai Lembaga Keluarga berencana nasional (LKBN) sebagai lembaga semi
pemerintah.
Pada tahun 1970
ditingkatkan menjadi Badan Pemerintah melalui Kepres No. 8 tahun 1970 dan
diberi nama Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) yang
bertanggung jawab kepada presiden dan bertugas mengkoordinasikan prencanaan,
pengawasan dan penilaian pelaksanaan program Keluarga Berencana.
Seiring berjalannya waktu, tuntutan
kebutuhan pengaturan kehamilan yang lebih rasional dan empiris terus memacu dan
menantang perkembangan teknologi kesehatan dalam penyediaan metode kontrasepsi
yang efektif.
2. Definisi Keluarga Berencana (KB)
Keluarga berencana adalah usaha untuk mengukur jumlah dan
jarak anak yang diinginkan. Cara-cara tersebut termasuk kontrasepsi atau
pencegahan kehamilan dan perencanaan keluarga. Metode kontrasepsi bekerja
dengan dasar mencegah sperma laki-laki mencapai dan membuahi telur wanita
(fertilisasi) atau mencegah telur yang sudah dibuahi untuk berimplantasi
(melekat) dan berkembang di dalam rahim. (Dinda, 2012)
3. Tujuan Keluarga Berencana (KB)
Tujuan keluarga berencana di
Indonesia adalah:
a.
Tujuan
umum
Meningkatkan kesejahteraan ibu,
anak dalam rangka mewujudkan NKKBS (Norma Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera)
yang menjadi dasar terwujudnya masyarakat yang sejahtera dengan mengendalikan
kelahiran sekaligus menjamin terkendalinya pertambahan penduduk.
b.
Tujuan
khusus
1)
Meningkatkan jumlah penduduk untuk
menggunakan alat kontrasepsi.
2)
Menurunnya jumlah angka kelahiran bayi.
3)
Meningkatnya kesehatan keluarga berencana
dengan cara penjarangan kelahiran
4.
Program
Keluarga Berencana di Indonesia
a.
Definisi
Program Keluarga Berencana (KB)
Pengertian
program KB menurut UUD no 10 tahun 1991 tentang Perkembangan Kependudukan dan
Pembangunan keluarga Sejahtera adalah upaya peningkatan kepedulian dan peran
serta masyarakat melalui pendewasaan usia perkawinan, pengaturan kelahiran,
pembinaan ketahanan keluarga, peningkatan kesejahteraan keluarga kecil, bahagia
dan sejahtera.
Program Keluarga Berencana (KB)
mempunyai banyak keuntungan. Salah satunya adalah dengan mengkonsumsi pil
kontrasepsi dapat mencegah terjadinya kanker uterus dan ovarium. Bahkan dengan
perencanaan kehamilan yang aman, sehat dan diinginkan merupakan salah satu
faktor penting dalam upaya menurunkan angka kematian maternal. Ini berarti
program tersebut dapat memberikan keuntungan ekonomi dan kesehatan.
Menurut Kepala Badan Koordinasi
Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Dr Sugiri Syarif, Keluarga Berencana
memberikan keuntungan ekonomi pada pasangan suami istri, keluarga dan
masyarakat, Perencanaan ini harus dimiliki oleh setiap keluarga termasuk calon
pengantin.
“Dan setiap individu harus memiliki
pengetahuan yang memadai tentang kesehatan reproduksi seperti misalnya kapan
usia ideal untuk melahirkan, berapa jumlah anak, dan jarak kelahiran yang
ideal, bagaimana perawatan kehamilan, serta tanda-tanda bahaya dalam kehamilan.
Pengetahuan mengurangi risiko langsung maupun tidak langsung dari risiko
kematian maternal.”
Selain pengetahuan, tambahnya,
pasangan suami istri harus memiliki akses seluas-luasnya terhadap pelayanan
kontrasepsi yang berkualitas. Sehingga mudah merencanakan kehamilan seperti
yang diinginkan dan menghindari kehamilan yang tidak diinginkan. Dengan
demikian, program KB menjadi salah satu program pokok dalam meningkatkan status
kesehatan dan kelangsungan hidup ibu, bayi, dan anak.
Pengaturan kelahiran memiliki
benefit (keuntungan) kesehatan yang nyata, salah satu contoh pil kontrasepsi
dapat mencegah terjadinya kanker uterus dan ovarium, penggunaan kondom dapat
mencegah penularan penyakit menular seksual, seperti HIV.
Meskipun penggunaan alat/obat
kontrasepsi mempunyai efek samping dan risiko yang kadang-kadang merugikan
kesehatan, namun demikian benefit penggunaan alat/ obat kontrasepsi tersebut
akan lebih besar dibanding tidak menggunakan kontrasepsi yang memberikan risiko
kesakitan dan kematian maternal.
Program KB menentukan kualitas
keluarga, karena program ini dapat menyelamatkan kehidupan perempuan serta
meningkatkan status kesehatan ibu terutama dalam mencegah kehamilan tak
diinginkan, menjarangkan jarak kelahiran mengurangi risiko kematian bayi.
Selain memberi keuntungan ekonomi pada pasangan suami istri, keluarga dan
masyarakat, KB juga membantu remaja mangambil keputusan untuk memilih kehidupan
yang lebih baik dengan merencanakan proses reproduksinya.
Program KB, bisa meningkatkan pria
untuk ikut bertanggung jawab dalam kesehatan reproduksi mereka dan keluarganya.
Ini merupakan keuntungan seseorang mengikuti program KB.
Kendala pelaksanaan program KB-KR
(Keluarga Berencana -Kesehatan Reproduksi), antara lain masih adanya pemahaman
tentang KB yang sempit, baik di kalangan masyarakat maupun para tokoh agama,
dan tokoh masyarakat. Demikian pula pelayanan kesehatan reproduksi yang
berkaitan dengan pemeriksaan kehamilan dan pelayanan IUD yang masih dianggap
tabu karena harus membuka aurat.
Selain itu, masih ada persepsi bahwa
kematian ibu melahirkan adalah mati sahid dan banyak anak akan membawa rezeki.
Kendala lainnya, masih adanya anggapan atau pengetahuan dari para tokoh agama
bahwa KB hanya untuk membatasi jumlah anak atau kelahiran saja, dan belum
memahami manfaat KB dalam kesehatan.
b. Sasaran Program Keluarga Berencana (KB)
Adapun sasaran
program KB nasional lima tahun ke depan seperti tercantum dalam RPJM 2004-2009
adalah sebagai berikut :
1) Menurunnya
rata-rata laju pertumbuhan penduduk (LPP) secara nasional menjadi 1, 14% per
tahun.
2) Menurunkan
angka kelahiran Total fertility rate (TFR) menjadi 2,2 per perempuan
3) Meningkatnya
peserta KB pria menjadi 4,5 %
4) Meningkatnya
penggunaan metode kontrasepsi yang efektif dan efisien
5) Meningkatnya
partisipasi keluarga dalam pembinaan tumbuh kembang anak
6) Meningkatnya
jumlah keluarga prasejahtera dan keluarga sejahtera yang aktif dalam usaha ekonomi produktif
7) Meningkatnya
jumlah institusi masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan KB dan kesehatan
reproduksi.
Sehingga didapatkan hasil:
1) Tercapainya
peserta KB baru sebanyak 1.072.473 akseptor
2) Terbinanya
peserta KB aktif sebanyak 5.098.188 akseptor atau 71.87% dari pasangan Usia
Subur sebanyak 7.093.654
3) Meningkatnya
rata-rata usia kawin pertama wanita menjadi 18 tahun
4) Pengendalian
perkembangan kependudukan, terutama tingkat pertumbuhan migrasi dan persebaran
penduduk.
c. Ruang Lingkup Program Keluarga
Berencana (KB)
1) Pemanfaatan
PIK-KRR yang sudah ada
2) Pembentukan
PIK-KRR yang baru terutama di kabupaten atau kota yang belum memiliki PIK-KRR
dalam rangka meningkatkan kualitas pengelolaan PIK-KRR
3) Pembinaan
PIK-KRR dalam rangka meningkatkan kualitas PIK-KRR
4) Pelatihan
bagi pendidik sebaya dan konselor sebaya
d.
Program
KIE dalam Pelayanan Keluarga Berencana (KB)
1)
Definisi
KIE
Ø Komunikasi
adalah proses dimana seseorang mengirimkan pesan kepada orang lain. Pengiriman
pesan ini biasanya dilakukan dengan menggunakan “kata” atau “bahasa”.
Ø Informasi
adalah suatu hal pemberitahuan / pesan yang diberikan kepada seseorang atau
media kepada orang lain sesuai dengan kebutuhannya.
Ø Edukasi
adalah Suatu rangkaian kegiatan yang dilaksanakan secara sistematis ,terencana
dan terarah dengan partisipasi aktif dari individu ke kelompok maupun
masyarakat umum untuk memecahkan masalah masyarakat sosial , ekonomi dan
budaya.
Ø KIE adalah
Suatu proses penyampaian pesan ,informasi yang diberikan kepada masyarakat
tentang program KB baik menggunakan media seperti: Radio, TV, Pers, Film, Mobil
unit penerangan, penerbitan, kegiatan promosi, pameran dengan tujuan utama
adalah untuk memecahkan masalah dalam lingkungan masyarakat dalam meningkatkan
program KB atau sebagai penunjang tercapainya program KB.
2)
Tujuan
KIE
Tujuan dilaksanakannya program KIE
yaitu :
a) Meningkatkan
pengetahuan, sikap dan praktek KB sehingga tercapai penambahan peserta baru.
b) Membina
kelestarian peserta KB.
c) Meletakkan
dasar bagi mekanisme sosio – kultural yang dapat menjamin berlangsungnya proses
penerimaan.
d) Mendorong
terjadinya proses perubahan perilaku ke arah yang positif, peningkatan
pengetahuan, sikap dan praktek masyarakat (klien) secara wajar sehigga
masyarakat melaksanakannya secara mantap sebagai perilaku yang sehat dan
bertanggung jawab.
3)
Jenis
KIE
a) KIE
Individu : suatu proses KIE timbul secara langsung antara petugas KIE dengan
individu sasaran program KB.
b) KIE
Kelompok : suatu proses KIE timbul secara langsung antara petugas KIE dengan
kelompok (2-15 orang)
c) KIE Masa : tentang program KB yang dapat
dilakukan secara langsung maupun tidak langsung kepada masyarakat dalam jumlah
besar.
4)
Prinsip
langkah KIE
Prinsip yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan KIE
adalah:
a)
Memperlakukan klien dengan sopan, baik dan ramah
b)
Memahami, menghargai dan menerima keadaan ibu
sebagaimana adanya
c)
Memberi penjelasan dengan bahasa yang sederhana dan
mudah dipahami
d)
Menggunakan alat peraga yang menarik dan mengambil
contoh dari kehidupan sehari-hari
e)
Menyesuaikan isi penyuluhan dengan keadaaan dan
resiko yang dimiliki ibu
e. Konseling Keluarga Berencana
1) Definisi Konseling
Suatu proses pemberian bantuan yang dilakukan
seseorang kepada orang lain dalam membuat suatu keputusan atau memecahkan
masalah melalui pemahaman tentang fakta- fakta dan perasaan- perasaan yang
terlibat didalamnya.
2) Tujuan Konseling KB
a)
Meningkatkan penerimaan
Informasi yang benar, diskusi bebas dengan cara
mendengarkan, berbicara dan komunikasi non-verbal meningkatkan penerimaan
informasi mengenai KB oleh klien
b)
Menjamin pilihan yang cocok
Menjamin petugas dan klien memilih cara terbaik yang
sesuai dengan keadaan kesehatan dan kondisi klien
c)
Menjamin penggunaan yang efektif
Konseling efektif diperlukan agar klien mengetahui
bagaimana menggunakan KB dengan benar dan mengatasi informasi yang keliru
tentang cara tersebut
d)
Menjamin kelangsungan yang lebih lama
Kelangsungan
pemakaian cara KB akan lebih baik bila klien ikut memilih cara tersebut,
mengetahui cara kerjanya dan mengatasi efeksampingya
3) Jenis Konseling KB
Komponen penting dalam pelayanan KB dibagi 3 tahapan
yaitu :
a)
Konseling Awal
§ Bertujuan
menentukan metode apa yg diambil
§ Bila
dilakukan dengan objektif langkah ini akan membantu klien untuk memilih jenis
KB yang cocok untuknya
§ Yang perlu
diperhatikan dalam langkah ini :
ü Menanyakan
langkah yang disukai klien
ü Apa yang
diketahui tentang cara kerjanya, kelebihan dan kekurangannya
b)
Konseling Khusus
§ Memberi
kesempatan klien untuk bertanya tentang cara KB dan membicarakan pengalamannya
§ Mendapatkan
informasi lebih rinci tentang KB yang diinginkannya
§ Mendapatkan
bantuan untuk memilih metoda KB yang cocok dan mendapatkan penerangan lebih
jauh tentang penggunaannya
c)
Konseling Tindak Lanjut
§ Konseling
lebih bervariasi dari konseling awal
§ Pemberi
pelayanan harus dapat membedakan masalah yang serius yang memerlukan rujukan
dan masalah yang ringan yang dapat diatasi di tempat
4) Langkah Konseling
a) GATHER
G :
Greet
Berikan
salam, kenalkan diri dan buka komunikasi
A :
Ask
Tanya keluhan/kebutuhan pasien dan menilai apakah keluhan/
kebutuhan sesuai dengan kondisi yang dihadapi?
T :
Tell
Beritahukan persoalan pokok yang
dihadapi pasien dari hasil tukar
informasi dan carikan upaya penyelesaiannya
H : Help
Bantu klien memahami dan menyelesaikan masalahnya
E :
Explain
Jelaskan cara terpilih telah dianjurkan dan hasil yang
diharapkan mungkin dapat segera terlihat/ diobservasi)
R :
Refer/Return visit
Rujuk bila fasilitas ini tidak dapat memberikan
pelayanan yang sesuai. (Buat jadwal kunjungan Ulang)
b) Langkah
Konseling KB SATU TUJU
Langka SATU TUJU ini tidak
perlu dilakukan berurutan karena menyesuaikan dengan kebutuhan klien.
SA :
Sapa dan salam
ü Sapa klien secara terbuka dan sopan
ü Beri perhatian sepenuhnya, jaga privasi pasien
ü Bangun percaya diri pasien
ü Tanyakan apa yang perlu dibantu dan jelaskan pelayanan apa yang dapat diperolehnya.
T :
Tanya
ü Tanyakan informasi tentang dirinya
ü Bantu klien untuk berbicara pengalaman tentang KB dan kesehatan
reproduksi
ü Tanyakan kontrasepsi yang ingin digunakan
U :
Uraiakan
ü Uraikan pada klien mengenai pilihannya
ü Bantu klien pada jenis kontrasepsi yang paling dia ingini serta jelaskan
jenis yang lain
TU :
Bantu
ü Bantu klien berfikir apa yang sesuai dengan keadaan dan kebutuhannya
ü Tanyakan apakah pasangan mendukung pilihannya
J :
Jelaskan
ü Jelaskan
secara lengkap bagaiman menggunakan kontrasepsi pilihannya setelah klien
memilih jenis kontrasepsinya.
ü Jelaskan
bagaimana penggunaannya
ü Jelaskan
manfaat ganda dari kontrasepsi
U :
Kunjungan Ulang
ü Perlu
dilakukan kunjungan ulang untuk dilakukan pemeriksaan atau permintaan
kontrasepsi jika dibutuhkan.
5) Tahapan
konseling dalam pelayanan KB
• Tahapan Konseling dalam
pelayanan KB dapat dirinci dalam tahapan sebagai berikut : KIE Motivasi à Bimbingan à Rujukan à KIP/K à yan.
Kontrasepsi à Tindak
lanjut
a)
Kegiatan KIE
ü Sumber
informasi pertama tentang jenis alat/ metode KB dari petugas lapangan KB
ü Pesan yang
disampaikan :
§ Pengertian
dan manfaat KB bagi kesehatan dan kesejahteraan keluarga
§ Proses
terjadinya kehamilan pada wanita (yang kaitannya dengan cara kerja dan metode
kontrasepsi)
§ Jenis
alat/metode kontrasepsi, cara pemakaian, cara kerjanya serta lama pemakaian
b)
Kegiatan Bimbingan
§ Tindak
lanjut dari kegiatan KIE dengan menjaring calon peserta KB
§ Tugas
penjaringan : memberikan informasi tentang jenis kontrasepsi lebih objektif,
benar dan jujur sekaligus meneliti apakah calon peserta memenuhi syarat
§ Bila iya à rujuk ke
KIP/K
c)
Kegiatan Rujukan
§ Rujukan
calon peserta KB, untuk mendapatkan pelayanan KB
§ Rujukan
peserta KB, untuk menindaklanjuti komplikasi
d)
Kegiatan KIP/K
Tahapan dalam KIP/K
ü Menjajaki
alasan pemilihan alat
ü Menjajaki apakah
klien sudah mengetahui/ paham tentang alat kontrasepsi tersebut
ü Menjajaki
klien tahu/tidak alat kontrasepsi lain
ü Bila belum,
berikan informasi
ü Beri klien
kesempatan untuk mempertimbangkan pilihannya kembali
ü Bantu klien
mengambil keputusan
ü Beri klien
informasi, apapun pilihannya, klien akan diperiksa kesehatannya
ü Hasil
pembicaraan akan dicatat pada lembar konseling
e)
Kegiatan Pelayanan Kontrasepsi
ü Pemeriksaan
kesehatan : anamnesis dan Pemeriksaan Fisik
ü Bila tidak
ada kontra indikasi à pelayanan
kontrasepsi dapat diberikan
ü Untuk
kontrasepsi jangka panjang perlu inform consent
f)
Kegiatan Tindak Lanjut
§ Petugas
melakukan pemantauan keadaan peserta KB dan diserahkan kembali kepada PLKB
f. Informed Consent
1)
Persetujuan yang diberikan oleh klien atau keluarga
atas informasi dan penjelasan mengenai tindakan medis yang akan dilakukan
terhadap klien.
2)
Setiap tindakan medis yang beresiko harus persetujuan
tertulisi ditandatangani oleh yang berhak memberikan persetujuan (klien) dalam
keadaan sadar dan sehat.
B.
Evidence
Based Keluarga Berencana (KB)
Pembaruan Kriteria Penggunaan Kontrasepsi (US MEC) Berdasarkan CDC, 2010
Revisi Metode Penggunaan Kontrasepsi Selama Masa Postpartum
Penggunaan kontrasepsi selama masa postpartum
penting dilakukan untuk mencegah kehamilan yang tidak diinginkan dan
memperpanjang interval kelahiran, yang dapat menimbulkan masalah kesehatan ibu
dan anak. Pada tahun 2010, CDC telah mempublikasikan U.S. Medical Eligibility
Criteria for Contraceptive Use (US MEC) yang merupakan pedoman penggunaan
kontrasepsi, yang dilengkapi dengan evidence-based sebagai pertimbangan dalam
pemilihan metode kontrasepsi. Dalam pemilihan metode kontrasepsi ini, keamanan
penggunaan menjadi hal utama yang harus diperhatikan khususnya untuk wanita
yang dengan karakteristik atau kondisi kesehatan tertentu, termasuk wanita yang
masih dalam masa postpartum. Baru-Baru ini, CDC telah melakukan penilaian
terhadap evidence yang memberikan informasi mengenai keamanan penggunaan
kontrasepsi hormonal pada masa postpartum.
Laporan ini merupakan ringkasan
dari penilaian tersebut dan hasil dari revisi pedoman penggunaan kontrasepsi.
Revisi rekomendasi ini berisi bahwa wanita post partum tidak boleh menggunakan
kontrasepsi hormonal kombinasi selama masa 21 hari setelah melahirkan oleh
karena resiko tinggi untuk mendapatkan tromboemboli vena (TEV) selama masa ini.
Masa 21-42 hari postpartum, pada umumnya wanita tanpa faktor resiko TEV dapat
memulai penggunaan kontrasepsi hormonal kombinasi, tetapi wanita yang memiliki
resiko TEV (riwayat TEV sebelumnya atau post melahirkan secara caesar), tidak
boleh menggunakan metode kontrasepsi ini. Nanti, setelah masa 42 hari
postpartum, barulah tidak ada pembatasan penggunaan kontrasepsi hormonal
kombinasi yang berdasarkan pada keadaan pasien tersebut setelah melahirkan.
Ø Pentingnya penggunaan kontrasepsi selama Masa postpartum
Sebagian dari kehamilan di
Amerika Serikat merupakan kehamilan yang tidak direncanakan, dan
kehamilan-kehamilan tersebut biasanya diikuti dengan perilaku kehamilan yang
merugikan dan memberikan beberapa dampak negatif, seperti terlambat melakukan
prenatal care, kebiasaan merokok, meningkatkan insidensi bayi berat rendah, dan
tidak menyusui asi secara ekslusif. Selain itu, interval kehamilan yang terlalu
dekat juga dapat menghasilkan dampak negatif seperti, kelahiran bayi berat
rendah dan bayi prematur. Masa postpartum merupakan masa yang cukup penting
untuk memulai penggunaan kontrasepsi karena sebagai salah satu cara untuk
menjaga kesehatan wanita dan juga dapat meningkatkan motivasi wanita untuk
menghindari kehamilan berikutnya. Masa ovulasi dapat terjadi secepatnya pada
umur 25 hari postpartum pada wanita yang tidak menyusui, yang menjadi alasan
kuat buat wanita untuk menggunakan kontrasepsi secepat mungkin.
Meskipun demikian, keamanan
pengggunaan kontrasepsi postpartum tetap juga harus dipertimbangkan. Perubahan
hematologi secara normal akan terjadi selama kehamilan, termasuk
peningkatan faktor koagulasi dan fibrinogen dan penurunan bahan antikoagulan
alami, yang menyebabkan peningkatan resiko tromboemboli vena (TEV) selama masa
postpartum. Selain itu, banyak wanita postpartum memiliki faktor resiko
tambahan yang meningkatkan resiko tromboemboli, misalnya umur ≥ 35 tahun, merokok,
atau melahirkan secara caesar. Hal-hal tersebut merupakan perhatian utama yang
harus dipertimbangkan dalam penentuan penggunaan kontrasepsi oleh karena
kontrasepsi hormonal kombinasi (estrogen dan progestin) itu sendiri memiliki
efek samping yang bisa meningkatkan resiko tromboemboli pada wanita usia
produktif.
Ø Rasional dan Metode
Publikasi kriteria penggunaan
kontrasepsi (US MEC) dilakukan pertama kali pada tahun 2010 oleh CDC Amerika
Serikat. Laporan ini diadaptasi dari Medical Eligibility
Criteria for Contraceptive Use yang
dipublikasikan oleh WHO, yang disebarluaskan secara global sebagai pedoman
penggunaan kontrasepsi berdasarkan evidence sejak tahun 1996. Meskipun demikian
pedoman yang dibuat oleh CDC ini mengadaptasi sejumlah kecil rekomendasi WHO
dan ditambahkan beberapa rekomendasi baru untuk tenaga medis di Amerika
Serikat. Namun, umumnya rekomendasi antara pedoman WHO dan US MEC adalah sama.
Rekomendasi yang diperoleh menggunakan kategori 1-4. Rekomendasi ini berdasarkan pada pertimbangan
keuntungan dan kerugian signifikan dari keamanan penggunaan kontrasepsi itu
sendiri bagi wanita dengan keadaan atau karakteristik kesehatan tertentu.
Kategori 1 mewakili kelompok pasien yang bisa menggunakan kontrasepsi
tanpa adanya pembatasan sedangkan kategori 4 merupakan kelompok yang sama
sekali tidak bisa menggunakan alat kontrasepsi apapun (Tabel1). CDC merevisi
pedoman penggunaan kontrasepsi ini untuk menjamin bahwa rekomendasi tersebut
berdasarkan pada bukti scientific terbaik yang tersedia berupa indentifikasi
bukti baru atau berdasarkan pada update evidence-based yang dibuat sesuai
dengan pedoman WHO.
Tabel 1.
Up-date rekomendasi
penggunaan kontrasepsi hormonal, termasuk kombinasi kontrasepsi, oral, tempel
dan cincin vagina, selama masa post partum pada ibu yang tidak menyusui.
Kondisi
|
Kategori
|
Klasifikasi/
bukti
|
Post
Partum (tidak menyusui)
|
|
|
a. <
21 hari
|
4
|
Bukti
: Tidak terdapat bukti
langsung yang berhubungan dengan resiko tromboemboli vena diantara ibu yang
tidak menyusui yang menggunakan KHK. Resiko tromboemboli vena TEV meningkat
selama kehamilan dan postpartum ; resiko ini ditemukan pada minggu pertama
setelah persalinan, menurun setelah hari ke- 42 postpartum. Penggunaan KHK
dapat meningkatkan resiko tromboemboli vena pada wanita sehat dalam umur
reproduktif, yang menjadi resiko tambahan pada saat ini. Resiko kehamilan
selama 21 hari postpartum cukup rendah, namun meningkat setelahnya, ovulasi sebelum menstruasi dapat terjadi.
|
b.
21-42 hari
i.
Dengan faktor resiko TEV lainnya (seperti umur ≥ 35 tahun, riwayat TEV sebelumnya,
thrombofilia, immobilitas, transfusi saat persalinan, IMT ≥30. Perdarahan postpartum, post caesar,
pre-eklampsi, atau merokok).
ii. Tanpa Resiko TEV lainnya
|
3
2
|
Klasifikasi :
pada ibu dengan faktor resiko TEV lainnya, faktor resiko ini kemungkinan dan
akan meningkat ke kategori 4 contoh merokok, riwayat trombosis vena dalam/
emboli paru yang diketahui sebagai mutasi thrombogenik dan kardiomiopati
peripartum.
Bukti :
Tidak terdapat bukti
langsung pemeriksaan resiko TEV diantara wanita postpartum menggunakan KHK.
Resiko TEV meningkat selama kehamilan dan postpartum; resiko ini ditemukan
pada minggu pertama setelah persalinan, menurun mendekati basal pada 42 hari
postpartum. Penggunaan KHK, meningkatkan resiko TEV untuk wanita usia
produktif yang sehat, yang dapat menambah resiko penggunaan pada masa ini.
|
Ø 42
hari
|
1
|
|
Keterangan:
TEV= Tromboemboli vena ; KHK = Kontrasepsi Hormonal
Kombinasi; IMT = Indeks Massa Tubuh
(Berat [Kg]/ Tinggi [m2] ; KOK = Kontrasepsi Oral kombinasi.
*Kategori: 1= kondisi dimana tidak
terdapat pembatasan terhadap penggunaan kotrasepsi, 2 = kondisi dimana
keuntungan penggunaan kontrasepsi umumnya lebih besar dari resiko teoritis dan
yang ditemukan, 3 = kondisi dimana resiko penggunaan kontrasepsi yang ditemukan
lebih besar dibandingkan keuntungannya, 4 = kondisi dimana ibu tidak dapat
menggunakan kontrasepsi jenis apapun.
Di tahun 2010, berdasarkan bukti-bukti terbaru, WHO
merevisi panduan penggunaan kontrasepsi hormonal kombinasi (KHK) yang aman pada
wanita postpartum yang tidak menyusui, dimana tidak boleh menggunakan
kontrasepsi ini sampai masa 42 hari pertama postpartum, utamanya wanita-wanita
yang dengan faktor resiko TEV. Sedangkan untuk wanita yang menyusui tidak
mengalami perubahan. Oleh karena adanya revisi yang dilakukan oleh WHO ini, CDC
memulai proses penilaian apakah pedoman ini juga harus mengalami pembaruan.
Sebelum proses tersebut, US MEC merekomendasikan bahwa wanita yang melahirkan
kurang dari 21 hari umumnya tidak harus menggunakan KHK, nanti setelah waktu
tersebut, KHK dapat digunakan tanpa adanya pembatasan.
Berdasarkan dari review sistematik yang telah
dilakukan oleh WHO dan CDC yang telah digunakan sebagai konsultasi revisi
panduan WHO, didapatkan bukti dari 13 penelitian menunjukkan resiko TEV pada
wanita dalam 42 hari pertama masa postpartum adalah sebesar 22-84 kali lebih
banyak dibanding wanita usia subur yang tidak hamil dan tidak dalam masa
setelah melahirkan. Resiko ini paling tinggi ditemukan pada masa setelah baru
saja melahirkan, menurun secara cepat setelah 21 hari pertama, namun tidak
kembali ke kondisi normal sampai masa 42 hari postpartum. Penggunaan KHK dapat
meningkatkan resiko TEV pada wanita usia subur yang secara teoritis dapat
menjadi resiko tambahan untuk wanita yang menggunakannya pada masa postpartum.
Namun, tidak terdapat bukti yang ditemukan mengenai hal tersebut. Bukti-bukti
ini hanya terbatas pada penelitian yang berkaitan dengan interval waktu
postpartum yang bisa menimbulkan TEV dan resiko TEV pada populasi tertentu yang
dibandingkan dengan resiko TEV wanita postpartum. Bukti ini juga diperiksa pada
wanita produktif yang baru melahirkan dan tidak menyusui, dimana menunjukkan
bahwa masa ovulasi tercepat dapat terjadi pada hari ke-25 postpartum, namun
ovulasi subur kemungkinan tidak akan terjadi sampai paling tidak 42 hari
setelah melahirkan.
Sebagai bagian dalam penilaian
ini, CDC mengambil 13 orang dari agensi luar untuk melayani tim reviewer
khusus yang merevisi rekomendasi WHO; mereka diseleksi berdasarkan keahlian
mereka dalam penyakit tromboemboli, hematologi, dan “family planning”. Reviewer diminta untuk berpartisipasi dalam telekonferensi dengan CDC pada
Januari 2011, selama telekonferensi berjalan, mereka mereview semua evidence
based dan menentukan apakah revisi pedoman penggunaan kontrasepsi yang dibuat
WHO cocok digunakan di Negara Amerika Serikat. Kunci persoalan yang perlu
diingat bahwa penggunaan KHK yang terlalu cepat pada masa postpartum memiliki
resiko yang cukup tinggi untuk TEV tanpa adanya keuntungan dalam pencegahan
kehamilan karena sebagian besar wanita yang tidak menyusui tidak akan mengalami
ovulasi paling tidak setelah 42 hari setelah melahirkan. Kemudian, harus
diingat kembali bahwa wanita dengan resiko TEV yang tinggi (contohnya: wanita
dengan obesitas atau yang baru saja melahirkan secara Caesar) penggunaan KHK
secara teoritis dapat meningkatkan resiko TEV. Itulah sebabnya, penggunaan
metode kontrasepsi harus memperhatikan kategori wanita tersebut ( berdasarkan
grupnya ). Meskipun demikian, tidak seperti metode lainnya yang harus
mengunjungi dokter ( implants atau IUD ), KHK dapat dimulai oleh wanita itu
sendiri sesuai dengan waktu yang direncanakan berdasarkan pada resep obat yang
telah diberikan sebelumnya (saat proses persalinan terjadi di rumah sakit).
Ø Rekomendasi
Penggunaan Kontrasepsi Hormonal Kombinasi Selama Masa Postpartum
CDC
telah merekomendasikan revisi penggunaan kontrasepsi hormonal kombinasi (KHK)
yang aman pada wanita postpartum yang tidak menyusui (tabel 1). Pada wanita yang melahirkan < 21 hari,
tidak dibolehkan menggunakan kontrasepsi hormonal kombinasi apapun oleh karena
resiko kesehatan pada masa ini (Kategori 4). Pada wanita yang telah melahirkan
antara 21-42 hari dan memiliki resiko tambahan TEV, resiko penggunaan KHK lebih
banyak dari keuntungannya dan oleh karena itu, KHK tidak boleh digunakan (Kategori
3) ; namun, jika tidak ada resiko TEV tambahan, keuntungan penggunaan KHK
lebih banyak dibandingkan resikonya,KHK dapat digunakan (Kategori 2). Pada
wanita yang melahirkan > 42 hari, tidak ada pembatasan penggunaan KHK oleh
karena resiko TEV yang semakin berkurang (Kategori 1). Meskipun demikian,
keadaan medis lainnya dapat diambil sebagai pertimbangan dalam menentukan
metode kontrasepsi yang akan digunakan.
Rekomendasi
pengunaan kontrasepsi untuk wanita menyusui tidak mengalami perubahan.
Rekomendasi ini dibuat berdasarkan bukti yang mengacu pada efek negatif yang
dapat ditimbulkan dari penggunaan kontrasepsi hormonal pada ibu menyusui,
misalnya meningkatnya waktu untuk menyusui dan meningkatkan jumlah suplemen
makanan tambahan. Pada wanita yang menyusui dan melahirkan kurang dari 1 bulan,
kontrasepsi hormonal kombinasi dimasukkan dalam kategori 3 karena perhatian
terhadap efek estrogen pada masa menyusui.
Setelah 1 bulan, kontrasepsi
hormonal kombinasi dimasukkan dalam kategori 2 untuk ibu menyusui. Meskipun
demikian, beberapa revisi rekomendasi berdasarkan pada resiko TEV telah
menggantikan ketentuan penggunaan kontrasepsi untuk kriteria ibu yang menyusui.
Contohnya : kontrasepsi hormonal kombinasi diklasifikasikan dalam kategori 4
untuk semua ibu postpartum, termasuk ibu menyusui yang melahirkan < 21 hari.
Tabel
2.
Revisi
rekomendasi penggunaan kontrasepsi hormonal kombinasi, termasukkontrasepsi
oral, tempel, cincin vagina, selama masa post-partum pada ibu yang menyusui
Kondisi
|
Kategori
|
Klasifikasi / Bukti
|
Postpartum
(Ibu Menyusui†)
|
|
Klasifikasi :
Berdasarkan departemen pelayanan kesehatan dan manusia Amerika Serikat
menetapkan bahwa bayi harus mendapatkan ASI Eksklusif selama 4-6 bulan pertama kehidupan,
sebaiknya dalam masa 6 bulan. Idealnya, ASI harus dilanjutkan sampai bayi
berumur 1 tahun.
Bukti:
Penelitian eksperimental memperlihatkan bahwa ditemukan efek
penggunaan kontrasepsi hormonal oral terhadap volume ASI. Namun tidak berefek negatif pada berat badan bayi.
Selain itu, penelitian juga tidak menemukan adanya efek merugikan dari
estrogen eksogen terhadap bayi yang terekspose dengan KHK selama masa
menyusui. Secara umum, penelitian-penelitian ini masih memiliki kualitas yang
rendah, kurangnya standar definisi dari menyusui itu sendiri atau pengukuran
hasil yang tidak akurat, serta tidak memasukkan bayi prematur atau bayi
yang sakit sebagai sampel percobaan. Secara teoritis, perhatian terhadap efek penggunaan kontrasepsi
terhadap produksi asi lebih baik dilakukan pada masa awal postpartum disaat
aliran asi sedang dalam masa permulaan.
|
|
|
Bukti:
Tidak terdapat bukti langsung mengenai resikoTEV pada ibu postpartum
yang menggunakan KHK. Resiko TEV mengalami peningkatan selama kehamilan dan
postpartum; resiko ini utamanya ditemukan pada minggu pertama setelah
persalinan, menurun ke arah normal setelah 42 hari postpartum. Penggunaan KHK
yang dapat meningkatkan
resiko TEV pada wanita usia produktif yang sehat, kemungkinan dapat menjadi
resiko tambahan jika digunakan pada masa ini. Resiko kehamilan dalam masa 21
hari setelah persalinan sangat rendah, namun akan meningkat setelah itu,
kemudian kemungkinan ovulasi sebelum menstruasi pertama setelah persalinan
dapat terjadi.
|
a.
<21 hari
|
4
|
|
b.
21 sampai <30 hari
|
|
|
i.
Dengan faktor resiko TEV lainnya (
seperti umur ≥ 35 tahun, riwayat TVE sebelumnya,
thrombofilia, immobilitas, transfuse saat persalinan, IMT ≥30.
Perdarahan postpartum, postcaesar, pre-eklampsi, atau merokok)
|
3
|
Klasifikasi:
Untuk wanita dengan faktor resiko TEV, akan meningkat menuju klasifikasi -4 ; contohnya, merokok,
Trombosis Vena Dalam, yang diketahui sebagai mutasi thrombogenik dan
kardiomiopati peripartum.
Bukti:
Tidak terdapat bukti langsung
mengenai resiko TEV pada wanita postpartum yang menggunakan KHK.
Resiko TEV meningkat selama kehamilan dan masa postpartum; resiko ini
utamanya ditemukan pada minggu pertama setelah persalinan, menurun ke arah
normal setelah 42 hari persalinan. Penggunaan KHK, yang meningkatkan resiko
TEV pada wanita usia reproduksi yang sehat dapat menimbulkan resiko tambahan
jika digunakan pada masa ini.
|
ii. Tanpa Resiko TEVlainnya
|
3
|
|
c. 30-42 hari
|
|
|
i. Dengan faktor resiko TEV lainnya (seperti umur ≥ 35 tahun, riwayat TVE sebelumnya ,thrombofilia, immobilitas,
transfuse saat persalinan, IMT ≥30.
Perdarahan postpartum, postcaesar, pre-eklampsi, atau merokok)
ii. Tanpa Resiko TEV lainnya
|
3
2
|
Klasifikasi:
Untuk wanita dengan faktor resiko TEV,
akan meningkat menuju klasifikasi ―4, contohnya,
merokok, Trombosis Vena Dalam, yang diketahui sebagai mutasi
thrombogenik dan kardiomiopati peripartum.
Bukti:
Tidak terdapat bukti langsung mengenai resikoTEV pada wanita
postpartum yang menggunakan KHK.Resiko TEV meningkat selama kehamilan dan
masa postpartum; resiko ini utamanya ditemukan pada minggu pertama setelah
persalinan, menurun ke arah normal setelah 42 hari persalinan. Penggunaan
KHK, yang meningkatkan resiko TEV pada wanita usia reproduksi yang sehat
dapat menimbulkan resiko tambahan jika digunakan pada masa ini.
|
c.
> 42 hari
|
2
|
|
Keterangan:
TEV
= Tromboemboli vena; KHK = Kontrasepsi
Hormonal Kombinasi; IMT = Indeks Massa
Tubuh (Berat [Kg]/ Tinggi [m2] ; KOK = Kontrasepsi Oral kombinasi.
*Kategori: 1 = kondisi dimana tidak terdapat
pembatasan terhadap penggunaan kotrasepsi, 2 = kondisi dimanakeuntungan
penggunaan kontrasepsi umumnya lebih besar dari resiko teoritis dan yang ditemukan, 3 = kondisi dimana resiko penggunaan kontrasepsi yang ditemukan
lebih besar dibandingkan keuntungannya, 4 = kondisi dimana ibu tidak dapat
menggunakan kontrasepsi jenis apapun.
†Rekomendasi untuk ibu menyusui dibagi sesuai
bulan berdasarkan US MEC, 2010. Rekomendasi ini dibagi berdasarkan hari untuk
tujuan penggabungan dengan rekomendasi postpartum.
Dalam
penilaian kesehatan resiko seorang wanita harus mempertimbangkan
karakteristik serta kondisi medis yang dimiliki wanita tersebut. Untuk
wanita postpartum, pemeriksaan ini meliputi penelusuran resiko TEV, misalnya
mutasi trombogenik (kategori 4) atau riwayat TEVdengan faktor resiko rekurensi (kategori
4), yang keduanya merupakan resiko yang membatasi penggunaan kontrasepsi
hormonal kombinasi, baik pada wanita postpartum ataupun tidak.
Ø Rekomendasi Penggunaan Kontrasepsi
Lainnya Selama Masa Postpartum
Rekomendasi penggunaan
kontrasepsi lainnya, termasuk kontrasepsi hormonal progestin tunggal, tidak ada
perubahan dan terdapat banyak pilihan kontrasepsi lainnya yang baik
untuk wanita postpartum (tabel 3). Metode kontrasepsi tunggal (progestin),
yang dalam bentuk pil, injeksi depot medroxy progesterone asetat, dan implant,
cukup aman untuk wanita postpartum,termasuk wanita yang menyusui, dan dapat
dimulai sesegera mungkin setelah melahirkan (kategori 1 dan 2). AKDR, yang
dalam bentuk levonorgestrel dan copper-bearing, juga dapat diinsersi selama
masa postpartum, sesegera mungkin setelah persalinan (kategori 1 dan 2) dan
tidak memiliki komplikasi. Namun, laju ekspulsi AKDR lebih tinggi ketika
insersi dilakukan dalam 28 hari setelah persalinan, dimana lajunya akan menetap
sampai masa 6 bulan postpartum sehingga hal ini mengharuskan adanya penundaan
penggunaan jenis kontrasepsi ini. Kondom dapat digunakan kapan saja (kategori
1), dan cincin vagina dapat dimulai pada saat 6 minggu setelah persalinan
(kategori 1 setelah 6 minggu). Selain itu, wanita yang telah memiliki jumlah
anak yang cukup dapat dipertimbangkan tindakan sterilisasi. Kontrasepsi setelah
persalinan cukup penting untuk menjaga kesehatan ibu dan anak, dan edukasi yang
diberikan berfokus pada pilihan kontrasespsinya serta tingkat keamanan dalam
pemakaian metode ini selama masa postpartum.
Tabel
3.
Kesimpulan
Pedoman Penggunaan Kontrasepsi Hormonal dan Alat Kontrasepsi Intrauterin Selama
Masa Postpartum
Condition
|
KOK/P/R
|
PHP
|
DMPA
|
Implants
|
LNG- AKDR
|
Cu- AKDR
|
Postpartum (wanita tidak menyusui)
|
|
|
|
|
|
|
a. <21 hari
|
4
|
1
|
1
|
1
|
|
|
b. 21 sampai 42 hari
|
|
|
|
|
|
|
i. Dengan faktor resikoTEV lainnya (seperti umur ≥ 35 tahun, riwayat TVE sebelumnya ,thrombofilia, immobilitas,
transfuse saat persalinan, IMT ≥30.
Perdarahan postpartum, postcaesar, pre-eklampsi, atau merokok)
|
3
|
1
|
1
|
1
|
|
|
ii. Tanpa faktor resiko TEV
|
2
|
1
|
1
|
1
|
|
|
c. > 42 hari
|
1
|
1
|
1
|
1
|
|
|
Postpartum (menyusui)
|
|
|
|
|
|
|
a. <21 hari
|
4
|
2
|
2
|
2
|
|
|
b. 21 sampai 30 hari
|
|
|
|
|
|
|
i. Dengan faktor resikoTEV lainnya (seperti umur ≥ 35 tahun, riwayat TVE sebelumnya ,thrombofilia, immobilitas,
transfuse saat persalinan, IMT ≥30.
Perdarahan postpartum, postcaesar, pre-eklampsi, atau merokok)
|
3
|
2
|
2
|
2
|
|
|
ii. Tanpa resiko TEV
|
3
|
2
|
2
|
2
|
|
|
c. 30-42 hari
|
|
|
|
|
|
|
i. Dengan faktor resikoTEV lainnya (seperti umur ≥ 35 tahun, riwayat TVE sebelumnya ,thrombofilia, immobilitas,
transfuse saat persalinan, IMT ≥30.
Perdarahan postpartum, postcaesar, pre-eklampsi, atau merokok)
|
3
|
1
|
1
|
1
|
|
|
ii. Tanpa resiko TEV
|
2
|
1
|
1
|
1
|
|
|
d. >42 hari
|
2
|
1
|
1
|
1
|
|
|
Postpartum (menyusui ataupun tidak menyusui termasuk post persalinan secara caesar)
|
|
|
|
|
|
|
a. <10 menit persalinan plasenta
|
|
|
|
|
2
|
1
|
b. 10 menit setelah
persalinan plasenta sampai 4 minggu
|
|
|
|
|
2
|
2
|
c. ≥4 minggu
|
|
|
|
|
1
|
1
|
d. Sepsis Puerpural
|
|
|
|
|
4
|
4
|
Keterangan :
KOK
= Kontrasepsi Oral Kombinasi; P = Kombinasi Hormonal Tempel; R = Kombinasi
Cincin Vagina; PHP = Pil Hormon Progestin; DMPA = Depot medroxy progesteron
Asetat; AKDR = Alat Kontrasepsi Dalam Rahim; LNG-AKDR = Levonogestrel- AKDR;
Cu-AKDR = Copper-AKDR; TEV = Tromboemboli Vena; KHK = Kontrasepsi Hormonal
Kombinasi; IMT = Indeks Massa Tubuh (Berat [kg]/ tinggi [m2]).
ü Kategori:
1 = kondisi dimana
tidak terdapat pembatasan terhadap penggunaan kotrasepsi, 2 = kondisi dimana
keuntungan penggunaan kontrasepsi umumnya lebih besar dari resiko teoritis dan
yang ditemukan, 3 = kondisi dimana resiko penggunaan kontrasepsi yang ditemukan
lebih besar dibandingkan keuntungannya, 4 = kondisi dimana ibu tidak dapat
menggunakan kontrasepsi jenis apapun.
ü Klarifikasi:
Untuk wanita
dengan faktor resiko TEV, kategoriakan meningkat menuju
klasifikasi “4”; contohnya, merokok,
Trombosis Vena Dalam, yang diketahui sebagai mutasi thrombogenik dan
kardiomiopati peripartum. Rekomendasi
untuk ibu menyusui dibagi sesuai bulan
berdasarkan US MEC, 2010. Rekomendasi ini dibagi berdasarkan hari untuk tujuan
penggabungan dengan rekomendasi postpartum.
C.
Macam – macam Metode
Kontrasepsi
1.
Kontrasepsi oral kombinasi.
2.
Kontrasepsi oral progestin.
3.
Kontrasepsi suntikan progestin.
4.
Kontrasepsi suntikan estrogen-progesteron.
5.
Implant progestin.
6.
Kontrasepsi Patch
ü Kontrasepsi barrier (penghalang)
ü Kondom (pria dan wanita)
7.
Diafragma dan cervical cap.
8.
Spermisida.
9.
IUD (spiral).
10.
Perencanaan
keluarga alami
11.
Penarikan
penis sebelum terjadinya ejakulasi.
12.
Metode
amenorea menyusui.
13.
Kontrasepsi
darurat
ü Kontrasepsi darurat hormonal
ü Kontrasepsi darurat IUD
14.
Sterilisasi
ü Vasektomi
ü Ligasi tuba
D.
Jenis – jenis Alat Kontrasepsi
Yang dibahas disini
adalah jenis kontrasepsi yang banyak digunakan di Indonesia, yaitu :
|
1.
SPERMISIDA
Spermisida adalah alat kontrasepsi yang mengandung bahan kimia (non oksinol-9)
yang digunakan untuk membunuh sperma.
Jenis spermisida terbagi
menjadi:
1.
Aerosol (busa).
2.
Tablet vagina, suppositoria atau dissolvable film.
3.
Krim.
|
|
2.
CERVICAL CAP
Merupakan kontrasepsi wanita, terbuat dari bahan latex, yang
dimasukkan ke dalam liang kemaluan dan menutupi leher rahim (serviks). Efek
sedotan menyebabkan cap tetap nempel di leher rahim. Cervical cap
berfungsi sebagai barier (penghalang) agar sperma tidak masuk ke dalam rahim
sehingga tidak terjadi kehamilan. Setelah berhubungan (ML) cap tidak boleh
dibuka minimal selama 8 jam. Agar efektif, cap biasanya di campur
pemakaiannya dengan jeli spermisidal (pembunuh sperma).
|
|
3.
SUNTIK
Suntikan
kontrasepsi diberikan setiap 3 bulan sekali. Suntikan kontrasepsi mengandung
hormon progestogen yang menyerupai hormon progesterone yang diproduksi oleh
wanita selama 2 minggu pada setiap awal siklus menstruasi. Hormon tersebut
mencegah wanita untuk melepaskan sel telur sehingga memberikan efek
kontrasepsi. Banyak klinik kesehatan yang menyarankan penggunaan kondom pada
minggu pertama saat suntik kontrasepsi. Sekitar 3 dari 100 orang yang
menggunakan kontrasepsi suntik dapat mengalami kehamilan pada tahun pertama
pemakaiannya.
|
|
4.
KONTRASEPSI
DARURAT IUD
Alat kontrasepsi intrauterine device (IUD) dinilai efektif 100% untuk
kontrasepsi darurat. Hal itu tergambar dalam sebuah studi yang melibatkan
sekitar 2.000 wanita China yang memakai alat ini 5 hari setelah melakukan
hubungan intim tanpa pelindung.
Alat yang disebut Copper T380A, atau Copper T - bahkan terus efektif
dalam mencegah kehamilan setahun setelah alat ini ditanamkan dalam rahim.
|
|
5.
IMPLAN
Implan
atau susuk kontrasepsi merupakan alat kontrasepsi yang berbentuk batang
dengan panjang sekitar 4 cm yang di dalamnya terdapat hormon progestogen,
implan ini kemudian dimasukkan ke dalam kulit di bagian lengan atas. Hormon
tersebut kemudian akan dilepaskan secara perlahan dan implan ini dapat
efektif sebagai alat kontrasepsi selama 3 tahun. Sama seperti pada
kontrasepsi suntik, maka disarankan penggunaan kondom untuk minggu pertama
sejak pemasangan implan kontrasepsi tersebut.
|
|
Lactational Amenorrhea Method (LAM)
adalah metode kontrasepsi sementara yang mengandalkan pemberian Air Susu Ibu
(ASI) secara eksklusif, artinya hanya diberikan ASI saja tanpa tambahan makanan dan minuman lainnya.
Metode Amenorea Laktasi (MAL) atau Lactational
Amenorrhea Method (LAM) dapat dikatakan sebagai metode keluarga berencana alamiah (KBA) atau natural
family planning, apabila tidak dikombinasikan dengan metode kontrasepsi lain.
|
|
7. IUD & IUS
IUD
(intra uterine device) merupakan alat kecil berbentuk seperti huruf T yang
lentur dan diletakkan di dalam rahim untuk mencegah kehamilan, efek
kontrasepsi didapatkan dari lilitan tembaga yang ada di badan IUD. IUD
merupakan salah satu kontrasepsi yang paling banyak digunakan di dunia.
Efektivitas IUD sangat tinggi sekitar 99,2-99,9 %, tetapi IUD tidak
memberikan perlindungan bagi penularan penyakit menular seksual (PMS). Saat
ini sudah ada modifikasi lain dari IUD yang disebut dengan IUS (intra uterine
system), bila pada IUD efek kontrasepsi berasal dari lilitan tembaga dan
dapat efektif selama 12 tahun maka pada IUS efek kontrasepsi didapat melalui
pelepasan hormon progestogen dan efektif selama 5 tahun. Baik IUD dan IUS
mempunyai benang plastik yang menempel pada bagian bawah alat, benang
tersebut dapat teraba oleh jari didalam vagina tetapi tidak terlihat dari
luar vagina. Disarankan untuk memeriksa keberadaan benang tersebut setiap
habis menstruasi supaya posisi IUD dapat diketahui.
|
|
8. KONTRASEPSI DARURAT HORMONAL
Morning after pill adalah hormonal tingkat tinggi yang di minum untuk
mengontrol kehamilan sesaat setelah melakukan hubungan seks yang beresiko.
Pada prinsipnya pil tersebut bekerja dengan cara menghalangi sperma berenang
memasuki sel telur dan memperkecil terjadinya pembuahan
|
|
9. KONTRASEPSI PATCH
Patch ini didesain untuk melepaskan 20µg ethinyl estradiol dan 150 µg
norelgestromin. Mencegah kehamilan dengan cara yang sama seperti kontrasepsi
oral (pil). Digunakan selama 3 minggu, dan 1 minggu bebas patch untuk siklus
menstruasi.
|
|
10.
PIL KONTRASEPSI
Pil
kontrasepsi dapat berupa pil kombinasi (berisi hormon estrogen &
progestogen) ataupun hanya berisi progestogen saja. Pil kontrasepsi bekerja
dengan cara mencegah terjadinya ovulasi dan mencegah terjadinya penebalan
dinding rahim. Apabila pil kontrasepsi ini digunakan secara tepat maka angka
kejadian kehamilannya hanya 3 dari 1000 wanita. Disarankan penggunaan
kontrasepsi lain (kondom) pada minggu pertama pemakaian pil kontrasepsi.
|
|
11. KONTRASEPSI STERILISASI
Kontrasepsi mantap pada wanita atau MOW (Metoda Operasi
Wanita) atau tubektomi, yaitu tindakan pengikatan dan pemotongan saluran
telur agar sel telur tidak dapat dibuahi oleh sperma.
Kontrasepsi mantap pada pria atau MOP (Metoda Operasi Pria) atau vasektomi., yaitu tindakan pengikatan dan pemotongan saluran benih agar sperma tidak keluar dari buah zakar. |
|
12. KONDOM
Kondom
merupakan jenis kontrasepsi penghalang mekanik. Kondom mencegah kehamilan dan
infeksi penyakit kelamin dengan cara menghentikan sperma untuk masuk ke dalam
vagina. Kondom pria dapat terbuat dari bahan latex (karet), polyurethane
(plastik), sedangkan kondom wanita terbuat dari polyurethane. Pasangan yang
mempunyai alergi terhadap latex dapat menggunakan kondom yang terbuat dari
polyurethane. Efektivitas kondom pria antara 85-98 % sedangkan efektivitas
kondom wanita antara 79-95 %. Harap diperhatikan bahwa kondom pria dan wanita
sebaiknya jangan digunakan secara bersamaan.
|
E.
Keuntungan
dan Kerugian Alat Kontrasepsi
Setiap metode kontrasepsi pasti memiliki
kelebihan dan kekurangannya masing-masing, berikut kelebihan dan kekurangan
dari metode kontrasepsi yang telah disebutkan diatas :
No
|
Jenis
Kontrasepsi |
Keuntungan
|
Kerugian
|
1.
|
Spermisida
|
·
Efektif seketika (busa dan krim).
·
Sebagai pendukung metode lain.
·
Tidak mempunyai pengaruh sistemik.
|
·
Tablet busa vaginal tidak larut dengan baik.
|
2.
|
Cervical Cap
|
|
|
3.
|
Suntik Kontrasepsi
|
·
Dapat digunakan oleh ibu yang menyusui.
·
Tidak perlu dikonsumsi setiap hari atau dipakai
sebelum melakukan hubungan seksual.
·
Darah menstruasi menjadi lebih sedikit dan membantu
mengatasi kram saat menstruasi.
|
·
Dapat mempengaruhi siklus mentruasi.
·
Kekurangan suntik kontrasepsi /kb suntik dapat
menyebabkan kenaikan berat badan pada beberapa wanita.
·
Tidak melindungi terhadap penyakit menular seksual.
·
Harus mengunjungi dokter/klinik setiap 3 bulan
sekali untuk mendapatkan suntikan berikutnya.
|
4.
|
Kontrasepsi Darurat IUD
|
·
IUD/ AKDR hanya perlu dipasang setiap 5-10
tahun sekali, tergantung dari tipe alat yang digunakan. Alat tersebut harus
dipasang atau dilepas oleh dokter.
|
·
Perdarahan dan rasa nyeri. Kadangkala IUD /
AKDR dapat terlepas. Perforasi rahim (jarang sekali).
|
5.
|
Implan/Susuk Kontrasepsi
|
·
Dapat mencegah terjadinya kehamilan dalam jangka
waktu 3 tahun.
·
Sama seperti suntik, dapat digunakan oleh wanita
yang menyusui.
·
Tidak perlu dikonsumsi setiap hari atau dipakai
sebelum melakukan hubungan seksual.
|
·
Sama seperti kekurangan kontrasepsi suntik,
Implan/Susuk dapat mempengaruhi siklus mentruasi.
·
Tidak melindungi terhadap penyakit menular seksual.
·
Dapat menyebabkan kenaikan berat badan pada beberapa
wanita.
|
6.
|
Metode Amenorea Laktasi
|
o Efektifitas tinggi
(98 persen) apabila digunakan selama enam bulan pertama
setelah melahirkan, belum
mendapat haid dan menyusui eksklusif.
o Dapat segera dimulai
setelah melahirkan.
o Tidak memerlukan
prosedur khusus, alat maupun obat.
o Tidak memerlukan
perawatan medis.
o Tidak mengganggu senggama.
o Mudah digunakan.
o Tidak perlu biaya.
o Tidak menimbulkan
efek samping sistemik.
o Tidak bertentangan
dengan budaya maupun agama.
|
·
Memerlukan persiapan dimulai sejak kehamilan.
·
Metode ini hanya efektif digunakan selama 6 bulan setelah melahirkan,
belum mendapat haid dan menyusui secara eksklusif.
·
Tidak melindungi dari penyakit menular seksual
termasuk HepatitisB ataupun HIV/AIDS
·
Tidak menjadi pilihan
bagi wanita yang tidak menyusui.
·
Kesulitan dalam mempertahankan
pola menyusui secara eksklusif.
|
7.
|
IUD/IUS
|
·
Merupakan metode kontrasepsi yang sangat efektif.
·
Bagi wanita yang tidak tahan terhadap hormon dapat
menggunakan IUD dengan lilitan tembaga.
·
IUS dapat membuat menstruasi menjadi lebih sedikit
(sesuai untuk yang sering mengalami menstruasi hebat).
|
·
Pada 4 bulan pertama pemakaian dapat terjadi resiko
infeksi.
·
Kekurangan IUD/IUS alatnya dapat keluar tanpa
disadari.
·
Tembaga pada IUD dapat meningkatkan darah menstruasi
dan kram menstruasi.
·
Walaupun jarang terjadi, IUD/IUS dapat menancap ke
dalam rahim.
|
8.
|
Kontrasepsi
Darurat Hormonal
|
·
Mempengaruhi
Hormon
·
Digunakan
paling lama 72 jam setelah terjadi hubungan seksual tanpa kontrasepsi
|
·
Mual
dan Muntah
|
9.
|
Kontrasepsi
Patch
|
· Wanita
menggunakan patch kontrasepsi (berbentuk seperti koyo) untuk penggunaan
selama 3 minggu. 1 minggu berikutnya tidak perlu menggunakan koyo KB.
|
· Efek
samping sama dengan kontrasepsi oral, namun jarang ditemukan adanya
perdarahan tidak teratur.
|
10.
|
Pil Kontrasepsi/kb
|
·
Mengurangi resiko terkena kanker rahim dan kanker
endometrium.
·
Mengurangi darah menstruasi dan kram saat
menstruasi.
·
Dapat mengontrol waktu untuk terjadinya menstruasi.
·
Untuk pil tertentu dapat mengurangi timbulnya
jerawat ataupun hirsutism (rambut tumbuh menyerupai pria).
|
·
Tidak melindungi terhadap penyakit menular seksual.
·
Harus rutin diminum setiap hari.
·
Saat pertama pemakaian dapat timbul pusing dan
spotting.
·
Efek samping yang mungkin dirasakan adalah sakit
kepala, depresi, letih, perubahan mood dan menurunnya nafsu seksual.
·
Kekurangan Untuk pil kb tertentu harganya bisa mahal
dan memerlukan resep dokter untuk pembeliannya.
|
11.
|
Sterilisasi
|
·
Lebih aman, karena keluhan lebih sedikit
dibandingkan dengan cara kontrasepsi lain.
·
Lebih praktis, karena hanya memerlukan satu kali
tindakan saja.
·
Lebih efektif, karena tingkat kegagalannya sangat
kecil dan merupakan cara kontrasepsi yang permanen.
·
Lebih ekonomis, karena hanya memerlukan biaya untuk
satu kali tindakan saja
|
Tubektomi (MOW)
·
Rasa sakit /ketidaknyamanan dalam jangka pendek
setelah tindakan.
·
Ada kemungkinan mengalami resiko pembedahan.
Vasektomi (MOP)
·
Tidak dapat dilakukan pada orang yang masih ingin
memiliki anak.
·
Harus ada tindakan pembedahan minor.
|
12.
|
Kondom
|
·
Bila digunakan secara tepat maka kondom dapat
digunakan untuk mencegah kehamilan dan penularan penyakit menular seksual
(PMS)
·
Kondom tidak mempengaruhi kesuburan jika digunakan
dalam jangka panjang
·
Kondom mudah didapat dan tersedia dengan harga yang
terjangkau
|
·
Kekurangan penggunaan kondom memerlukan latihan dan
tidak efisien
·
Karena sangat tipis maka kondom mudah robek bila
tidak digunakan atau disimpan sesuai aturan
·
Beberapa pria tidak dapat mempertahankan ereksinya
saat menggunakan kondom.
·
Setelah terjadi ejakulasi, pria harus menarik
penisnya dari vagina, bila tidak, dapat terjadi resiko kehamilan atau
penularan penyakit menular seksual.
·
Kondom yang terbuat dari latex dapat menimbulkan
alergi bagi beberapa orang.
|
F.
Implementasi Hak Perempuan Dalam Keluarga Berencana (KB)
Bagi perempuan di
Indonesia, masalah kesehatan dan pendidikan merupakan masalah penting dilihat
dari urgensi dan besarnya permasalahan. Dalam bidang kesehatan, misalnya,
penerapan program KB (keluarga berencana) dalam tiga puluh tahun terakhir membuktikan
fokus pemerintah pada alat reproduksi perempuan dalam mengendalikan
jumlah
penduduk.
penduduk.
Pada masa
pemerintahan Soeharto, KB yang dilarang pada masa Soekarno justru dijadikan
program nasional besar. Dalam
dua dasawarsa penerapan KB di Indonesia, tingkat fertilitas turun total dari 5,5 menjadi 3 kelahiran per perempuan, sementara tingkat kelahiran kasar turun dari 43 menjadi 28 kelahiran per 1000 . Hal ini dicatat sebagai keberhasilan Indonesia dalam menangani masalah kependudukan, bahkan Indonesia dijadikan model teladan negara berkembang.
dua dasawarsa penerapan KB di Indonesia, tingkat fertilitas turun total dari 5,5 menjadi 3 kelahiran per perempuan, sementara tingkat kelahiran kasar turun dari 43 menjadi 28 kelahiran per 1000 . Hal ini dicatat sebagai keberhasilan Indonesia dalam menangani masalah kependudukan, bahkan Indonesia dijadikan model teladan negara berkembang.
Angka- angka demografi
di atas sejalan dengan kebijakan penduduk yang berorientasi target. Namun
demikian, terdapat beberapa permasalahan yang tidak terwakili dalam angka-angka
tersebut, khususnya menyangkut hak reproduksi perempuan , seperti :
1.
Pengabaian hubungan gender KB berasumsi
bahwa hasrat seks laki-laki selalu aktif dan harus selalu dipenuhi perempuan,
sedang perempuan sendiri dilihat sebagai penghasil anak yang menghadapi
kemungkinan mengandung.
2.
Pembatasan hak perempuan untuk memilih
alat kontrasepsi
Tidak lengkapnya informasi yang tersedia mengakibatkan pilihan hanya terbatas pada beberapa metoda seperti IUD dan metoda hormonal. Cara seperti ini merupakan intervensi panjang terhadap alat reproduksi perempuan (selama beberapa tahun atau bulan) sedangkan perempuan berpeluang untuk hamil hanya selama beberapa jam dalam setiap siklus haid. Beberapa resiko kesehatan seperti tekanan darah tinggi, ketidakteraturan haid, pendarahan, sakit kepala, tidak banyak dibicarakan di Indonesia dan negara berkembang lain, berbeda dengan keadaan di negara Barat. Cara kontrasepsi berjangka-pendek (misalnya pantang sanggama, kondom) tidak dimasukkan dalam penyuluhan dan peralatan KB. Perempuan merupakan obyek utama program KB dengan penggunaan alat kontrasepsi jangka panjang tersebut, hal ini
terlihat dari penggunaan kontrasepsi di Indonesia tahun 1994/1995 sebagai berikut :
Tidak lengkapnya informasi yang tersedia mengakibatkan pilihan hanya terbatas pada beberapa metoda seperti IUD dan metoda hormonal. Cara seperti ini merupakan intervensi panjang terhadap alat reproduksi perempuan (selama beberapa tahun atau bulan) sedangkan perempuan berpeluang untuk hamil hanya selama beberapa jam dalam setiap siklus haid. Beberapa resiko kesehatan seperti tekanan darah tinggi, ketidakteraturan haid, pendarahan, sakit kepala, tidak banyak dibicarakan di Indonesia dan negara berkembang lain, berbeda dengan keadaan di negara Barat. Cara kontrasepsi berjangka-pendek (misalnya pantang sanggama, kondom) tidak dimasukkan dalam penyuluhan dan peralatan KB. Perempuan merupakan obyek utama program KB dengan penggunaan alat kontrasepsi jangka panjang tersebut, hal ini
terlihat dari penggunaan kontrasepsi di Indonesia tahun 1994/1995 sebagai berikut :
Alat Kontrasepsi Persentase
Pil 31,4%
Suntik 30,9%
IUD 22,2%
Implant/Norplant 8,0%
Tubektomi 4,5%
Kondom 1,6%
Vasektomi 1,4%
Dari data diatas, dapat dilihat bahwa hanya 3% dari alat kontrasepsi yang ditujukan kepada laki-laki, sementara 97% ditujukan kepada perempuan.
Suntik 30,9%
IUD 22,2%
Implant/Norplant 8,0%
Tubektomi 4,5%
Kondom 1,6%
Vasektomi 1,4%
Dari data diatas, dapat dilihat bahwa hanya 3% dari alat kontrasepsi yang ditujukan kepada laki-laki, sementara 97% ditujukan kepada perempuan.
3.
Makin mahalnya harga alat kontrasepsi. Sejak
munculnya krisis ekonomi tahun 1997, maka harga alat kontrasepsi meningkat
pesat. Hal ini mengakibatkan banyaknya ibu hamil yang melakukan cara-cara
yang beresiko tinggi untuk menggagalkan kehamilannya seperti : aborsi,
minum jamu, pijat, dan sebagainya.
minum jamu, pijat, dan sebagainya.
4.
Pendekatan target dan akibatnya. Pendekatan
target mengakibatkan pemeriksaan medis yang sembrono, informasi yang tidak
memadai tentang efek samping cara kontrasepsi, pelayanan kontrasepsi yang
tidak memandang kebutuhan khusus perempuan, penolakan untuk mencabut IUD,
paksaan menjalankan aborsi.
Ø Kebijakan dalam bidang kesehatan
reproduksi
1.
Peningkatan kondisi kesehatan perempuan
dan peningkatan kesempatan kerja. Hal ini dilakukan dalam upaya untuk
meningkatkan usia kawin dan melahirkan, sehingga resiko selama kehamilan
akan
menurun.
menurun.
2.
Pendekatan target pada program KB harus
disertai dengan adanya tenaga dan peralatan medis yang cukup. Hal ini untuk
mencegah terjadinya malpraktek karena keinginan untuk mencapai target.
3.
Peningkatan partisipasi laki-laki dalam
menurunkan angka kelahiran
Tidak hanya perempuan yang dituntut untuk mencegah kehamilan, tetapi juga laki-laki, karena pada saat ini sudah tersedia beberapa alat kontrasepsi untuk laki-laki.
Tidak hanya perempuan yang dituntut untuk mencegah kehamilan, tetapi juga laki-laki, karena pada saat ini sudah tersedia beberapa alat kontrasepsi untuk laki-laki.
4.
Penyadaran akan kesetaraan dalam
menentukan hubungan seksual dengan laki-laki. Penyadaran bahwa perempuan berhak
menolak berhubungan seksual dengan laki-laki, meskipun laki-laki tersebut
suaminya, bila hal itu membahayakan kesehatan reproduksinya (misalnya laki-laki tersebut mengidap HIV/AIDS)
suaminya, bila hal itu membahayakan kesehatan reproduksinya (misalnya laki-laki tersebut mengidap HIV/AIDS)
5.
Pencabutan sanksi sekolah terhadap
remaja perempuan yang hamil di luar nikah. Remaja tersebut cukup dikenakan wajib
cuti selama kehamilannya
6.
Penyuluhan tentang jenis, guna, dan resiko
penggunaan alat kontrasepsi. Baik alat kontrasepsi modern maupun tradisional
perlu diperkenalkan guna dan resikonya kepada perempuan. Dengan
demikian perempuan dapat menentukan alat kontrasepsi mana yang terbaik untuk dirinya.
demikian perempuan dapat menentukan alat kontrasepsi mana yang terbaik untuk dirinya.
7.
Penyuluhan tentang HIV/AIDS dan PMS
(penyakit menular seksual) kepada perempuan.
8.
Pendidikan seks pada remaja perempuan
dan laki-laki.
Pengabaian hubungan gender mengakibatkan perempuan menjadi target utama dari kebijakan dalam bidang kesehatan
dan kependudukan yang selama ini dilakukan pemerintah. Selama ini perempuan ditempatkan hanya sebagai instrumen perantara dalam mencapai target kependudukan atau kesehatan yang dicanangkan pemerintah tanpa memandang hak-hak perempuan atas tubuhnya sendiri. Kebijakan kesehatan yang menghormati hak perempuan atas tubuhnya, dalam jangka panjang akan memberikan kontribusi mengatasi masalah kependudukan, dengan resiko yang jauh lebih kecil dibanding kebijakan kependudukan menggunakan kontrasepsi modern.
Pengabaian hubungan gender mengakibatkan perempuan menjadi target utama dari kebijakan dalam bidang kesehatan
dan kependudukan yang selama ini dilakukan pemerintah. Selama ini perempuan ditempatkan hanya sebagai instrumen perantara dalam mencapai target kependudukan atau kesehatan yang dicanangkan pemerintah tanpa memandang hak-hak perempuan atas tubuhnya sendiri. Kebijakan kesehatan yang menghormati hak perempuan atas tubuhnya, dalam jangka panjang akan memberikan kontribusi mengatasi masalah kependudukan, dengan resiko yang jauh lebih kecil dibanding kebijakan kependudukan menggunakan kontrasepsi modern.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Penggunaan
metode kontrasepsi dilakukan berdasarkan tujuan penggunaan KB, kontra indikasi
metode kontrasepsi, dan hak autonomi pasien berdasarkan Kaidah Dasar bioetik
(KDB). Dilihat dari aspek etika, agama, dan hukum, penggunaan kontrasepsi
sebetulnya diperbolehkan, tergantung dari metode dan pelaksanaannya.
B.
Saran
Berikut ini ada beberapa saran
untuk menggunakan KB :
1.
Pilihlah metode KB yang sesuai.
konsultasikan dengan tenaga kesehatan tentang bagaimana cara penggunaan,
kemungkinan efek samping serta keefektifan metode KB yang dipilih. Pasien perlu
menjalani pemeriksaan penyarian sebelum penggunaan kontrasepsi oral.
2.
Sarankan dengan pasangan anda, metode KB
yang manakah yang paling sesuai dan nyaman bagi pasangan.
3.
Waspadai efek samping yang mungkin akan
timbul. Seperti siklus menstruasi tidak teratur, gemuk/kurus dan kulit kering.
4.
Patuhi penggunaan KB. Misalnya, Pada KB
oral pil KB harus diminum setiap hari sesuai jadwal, jika lupa meminum satu
kali maka siklus pil KB harus diulangi dari awal.
5.
Selalu cermati tanggal kadaluarsa alat
kontrasepsi yang digunakan.
6.
Perhatikan masa-masa subur wanita. Untuk
meningkatkan efek steril pada metode KB modern yang digunakan maka perlu juga
dikomperasikan dengan metoda KB alami yaitu dengan memperhatikan waktu-waktu
kesuburan seorang wanita. Pada siklus menstruasi normal (28-35 hari), masa
subur dimulai dari hari ke tujuh setelah menstruasi berakhir. Masa subur
ditandai dengan kenaikan suhu basal sebesar 10C, kenaikan libido dan
meningkatnya sekresi cairan vagina.
7.
Jika hubungan seksual tanpa pelindung
terlanjur dilakukan, atau penggunaan kondom mengalami kegagalan, kontrasepsi
darurat(Morning after pill) dapat dipilih, tetapi harus digunakan dalam waktu
72 jam sesudah hubungan seksual tanpa pelindung.
8.
Adanya kemungkinan untuk terjadinya
kehamilan masih dapat terjadi walaupun sudah digunakan metode kontrasepsi.
9.
Segera hubungi dokter atau apoteker jika
metode kontrasepsi mengalami kegagalan atau timbul gejala-gejala yang tidak
diinginkan.